Eposdigi.com – Kemiskinan di NTT sepertinya tidak lagi menjadi sebuah topik yang ‘seru’ untuk didiskusikan, saking biasanya. Kemiskinan seolah sudah menjadi nama lain dari provinsi ini.
Saat ini NTT masih bertahan di peringkat 5 besar provinsi termiskin di Indonesia. Untuk bisa keluar dari situasi ini, dibutuhkan cara bertindak baru. Cara bertindak baru hanya lahir dari pola pikir yang telah diperbaharui.
Untuk mendorong pola pikir baru itu, maka jalan yang paling umum dilakukan oleh banyak orang adalah lewat pendidikan.
Namun pendidikan yang hari ini dibutuhkan oleh NTT untuk keluar dari stigam miskin ini adalah pendidikan alternatif. Pendidikan yang memiliki keterhubungan secara langsung (kontekstual) dengan berbagai persoalan di masyarakat.
Mendorong pendidikan kontekstual di sekolah-sekolah formal tentu tidak akan mudah. Sekolah-sekolah formal kita sudah penuh dengan berbagai kurikulum dari pusat. Barangkali tidak lagi ada tersisa di ruang-ruang kelas untuk pendidikan yang kontekstual.
Baca Juga: Komunitas Baca “Masdewa”, Contoh Nyata Pendidikan Kontekstual
Karena itu untuk mendorong pendidikan yang lebih kontekstual adalah melalui komunitas-komunitas yang ada di NTT.
Lewat komunitas-komunitas ini semoga saja ruh dari pendidikan kontekstual bisa menemukan maknanya untuk menjawab persoalan-persoalan kemasyarakatan di NTT. Terutama kemiskinan.
Walaupun disadari bahwa tentu tidak mudah menjawab dan menyelesaikan semua persoalan, terutama kemiskinan di NTT.
Bahkan gerkan komunitaspun tidak mudah untuk menyelesaikan banyak persoalan di masyarakat. Namun diyakini bahwa akan jauh lebih efektif jika komunitas-komunitas terutama komunitas orang muda bergerak langsung menjadi ujung tombak untuk berbagai perubahan tersebut.
Apa lagi, akan jauh lebih efektif jika ada gerakan bersama oleh komunitas-komunitas orang muda untuk mendorong semakin banyak perubahan di NTT.
Orang Muda sebagai bagian penting dari masyarakat NTT harus berani mengambil bagian dalam gerakan bersama ini.
Untuk alasan inilah Depoedu.com dan Eposdigi.com, merasa terpanggil untuk membangun komunikasi dengan komunitas-komunitas orang muda yang ada di NTT. Terutama dimulai dari komunitas-komunitas pendidikan kontekstual.
Baca Juga: Mengapa “Komunitas Baca Masdewa” Harus Dimiliki Oleh Semua Desa di Flores Timur?
Panggilan ini menjadi semakin kencang karena mendapat dukungan luar biasa dari ‘ketjilbergerak’ sebuah komunitas orang muda berbasis di Yogyakarta. Pendiri ketjilbergerak, Greg Sindana tentu tidak asing dengan NTT. Ia pernah mengenyam pendidikan di SMA Katolik Giovani – Kupang.
Sejak diinisiasi pada 2006 oleh Greg Sindana, dari pengalaman panjangnya, ketjilbergerak berevolusi secara organik menjadi ruang belajar bersama yang cair dan independen, yang menggunakan seni sebagai pendekatan utamanya.
Hingga saat ini, ketjilbergerak rajin mengajak pemuda dari berbagai konteks untuk mempelajari masa lalu, masa kini, dan mempersiapkan masa depan.
Mereka terus belajar bersama secara dialogis dan dialektis, memperkuat posisi tawar pemuda dengan membentuk jaringan, juga memantapkan pengetahuan dengan metode “ngelmu iku kelakone kanthi laku” (menguasai ilmu lewat proses melakukannya/mempraktekannya).
Setelah pulang dari masa belajarnya yang singkat di Den Haag Belanda, tahun 2017 lalu Greg menginisiasi “Sekolah Kota Sekolah Desa”, sebuah platform pendidikan yang independen, kontekstual, dan membebaskan untuk para pemuda di kota dan di desa.
Hingga saat ini Sekolah Kota Sekolah Desa sudah 19x pelaksanaan. Alumni Sekolah Desa membentuk Jaringan Pemuda Desa, yang mencakup kurang lebih 500 pemuda desa di lebih dari 100 desa yang tersebar di wilayah DIY dan Jateng.
Berkolaborasi dengan Kementerian Desa PDTT dan KPK RI, pada tahun yang sama, Greg mendesain konsep platform Sekolah Pemuda Desa.
Baca Juga: Soal Pendidikan, Mengapa Harus Kontekstual?
Sekolah Pemuda Desa bertujuan mendorong pemuda desa untuk berpartisipasi aktif dalam proses perencanaan, penyerapan, dan pengawasan dana desa.
Pengalaman ketjilbergerak membangun jaringan kaum muda di DIY dan Jawa Tengah lewat berbagai kegiatan yang diselenggarakannya semoga bisa menginspirasi komunitas-komunitas orang muda di NTT untuk menginisiasi gerakan bersama.
Karena itu, kami mengundang komunitas-komunitas orang muda di NTT untuk hadir dalam diskusi virtual yang diselenggarakan pada Rabu 22 September 2021 : Jam 18.30 waktu Jakarta, atau 19.30 waktu NTT.
Link diskusi via zoom sebagai berikut:
Topic: Pendidikan Kontekstual & Gerakan Komunitas Orang Muda Flores
Time: Sep 22, 2021 06:30 PM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/8805101129?pwd=MUUreEJDMGs4UUE5dXpDMDFoQzJrUT09
Meeting ID: 880 510 1129
Passcode: FLORES
Diskusi ini coba mengurai apa yang sudah dan sedang dilakukan oleh berbagai komunitas orang muda di NTT sekaligus membayangkan langkah-langkah apa yang mungkin dilakukan bersama di masa depan.
Pemantik diskusi adalah Greg Sindana dari ketjilbergerak dan inisiator Rumah Baca Mustika Ende-Flores, Iin Herlina Dewi, serta menghadirkan berbagai komunitas di NTT.
Acara ini diselenggarakan oleh Depoedu-Eposdigi dan ketjilbergerak, didukung oleh Rumah Baca Mustika, Forum Giat Literasi Ende, Shoes for Flores, dan Rumah Baca MasDewa Adonara serta komunitas orang muda lainnya.
Leave a Reply