Merayakan (Ulang) Perbedaan

Opini
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Peristiwa pilu dan memalukan itu kini hadir lagi menghiasi wajah toleransi yang telah lama hidup dan mengakar kuat dalam diri sesama anak bangsa. Kali ini, datang dari Padang, Sumatera Barat. 

Sebuah tindakan persekusi dilakukan dilakukan secara sadar dan sengaja oleh mereka yang mengakui diri sebagai orang beragama terhadap sesama anak bangsa. Tindakan tersebut dilakukan terhadap jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) yang sedang menekuni ajaran dan ibadahnya sebagaimana yang dilakukan oleh mereka yang beragama lain pada Minggu 27 Juli 2025 petang.

Sebagai sesama anak bangsa yang selalu mendasarkan diri pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika, tentu kita mengecam dan mengutuk dengan keras para pelakunya. Sebagaimana yang juga ditegaskan oleh Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi.

Baca Juga:

PR Besar Toleransi di Indonesia

‘SETARA Institute mengecam keras terjadinya pelanggaran KBB, intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas di Padang. Tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dan nyata-nyata merupakan tindak kriminal yang melanggar hukum dan konstitusi’.

Mata dan hati kita pun tertuju kesana sembari membangun sebuah kesadaran bersama bahwa pelakunya harus diberi sanksi dan hukuman semaksimal mungkin. Sebab apa pun yang mereka lakukan tidak mendapatkan ruang pembenaran pada bangsa yang menjunjung tinggi semangat toleransi dan persatuan. 

Lebih dari pada itu, peristiwa persekusi semacam ini kiranya menjadi momentum reflektif bagi kita untuk memeriksa sekaligus merayakan ulang diksi perbedaan sebagai karakteristik bangsa Indonesia. 

Baca Juga:

Arab Saudi Mengembangkan Kurikulum Baru untuk Menumbuhkan Toleransi

Peristiwa ini juga sekaligus memampukan kita sebagai anak bangsa untuk lebih kuat lagi dalam bersatu dan lebih lebar lagi mengepakan sayap toleransi di tengah keberagaman.

Perbedaan sebagai sebuah diksi seringkali mudah diucap, tetapi sangat sulit diterjemahkan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Apalagi dengan kondisi sosio kultural dan geografis bangsa Indonesia yang sangat beragam. 

Hal paling penting, tentunya kita tak perlu terlalu lama larut dalam persoalan intoleransi yang tengah terjadi. Kita kembali bangkit untuk merayakan ulang perbedaan sebagai keharusan dan kewajiban di tengah perkembangan yang memaksa kita lebih menjadi manusia yang egois dan individualis.

Langkah untuk merayakan ulang perbedaan sejatinya datang dari keluarga. Keluarga haruslah menjadi rumah toleransi, tempat dimana nilai-nilai kehidupan seperti cinta, saling menghargai, tanggung jawab, kedamaian dan kesetiaan tumbuh dengan subur. 

Baca Juga:

Urgensi Pendidikan Toleransi dalam Membentuk Karakter Anak

Tak ada sekat untuk saling mengungkapkan cinta serta mengepakan sayap kebaikan kepada sesama anggota keluarga. Benih-benih kebaikan tersebut menjadi fondasi dasar Ketika melangkah ke jenjang yang lebih luas seperti lingkungan tempat tinggal, tempat belajar dan tempat bekerja. 

Membangun dan terus mengembangkan sikap inklusif, mengakui perbedaan, menerima kelebihan dan kekurangan sesama hendaknya terus menjadi inti dalam setiap kegiatan atau pun acara-acara yang diselenggarakan. 

Dengan demikian, ruang perbedaan itu tak melulu terjadi dalam wujud ceramah dan dialog yang cenderung pasif. Tetapi terus nyata dalam tindakan-tindakan kebersamaan pada ruang yang terbuka dan inklusif. 

Penulis adalah Seorang ASN di Kabupaten Manggarai-Flores / Ilustrasi dari Meta AI

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of