Oleh Change Theory dan Rapuhnya Theoretical Argumentation

Opini
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Materi ini disusun untuk suatu diskusi intensif terbatas tentang lemahnya dampak program CSR terhadap penguatan basis sosial ekonomi masyarakat.

Daerah-daerah yang baru mengalami demam industri ekstraktif pertambangan yang massif seperti di Maluku Utara dan akan terjadi di Maluku Barat Daya perlu belajar dari berbagai kasus di Indonesia bagian tengah dan barat.

Pertanyaan: mengapa pemerintah dan/atau korporasi swasta sudah mengeluarkan banyak dana untuk pengembangun dan pemberdayaan masyarakat selama belasan, bahkan puluhan tahun, tetapi belum/tidak juga nampak perubahan yang berarti?

Tentu ada banyak penjelasan hipotesis untuk pertanyaan ini, dan semua penjelasan tersebut bermuara pada masalah inefisiensi yang terjadi mulai dari fase perencanaan program, implementasi rencana kerja, hingga praktek dan pemanfaatan hasil monitoring dan evaluasi untuk improvement.

Kegiatan logical frame analysis (LFA) atau lebih sering dikenal sebagai logframe analysis, dalam kebanyakan kasus, lebih berfungsi sebagai proses dan prosedur normatif yang kelihatan memang masuk akal (logis) tetapi berbasis common sense.

Baca Juga:

Ukeireru: Filosofi Jepang Untuk Berdamai dengan Perubahan

Jika input adalah a, b, dan c maka output yang dihasilkan adalah d. Jika output d dipadukan dengan output e dan f, maka akan dihasilkan outcome g. Jika outcome g bisa sustainable maka akan diperoleh impact h. Apakah di lapangan terjadi demikian?

Theory Chain in Change Theory

Change theory berbicara mengenai (1) situasi awal (masalah atau potensi); (2) situasi perubahan (changes) yang diinginkan (visi);

(3) tindakan perubahan apa yang secara teoritis relevan, logis, dan efektif yang perlu dilakukan untuk menjembatani kesenjangan antara situasi awal dan situasi yang diinginkan (mission);

(4) target-target strategis yang menjadi mission yang harus dicapai secara bertahap, sebagai immediate & intermediate goals, agar bisa sampai pada visi perubahan yang diharapkan sebagai the ultimate goal. Di sana masih ada faktor

(5) siapa (stakeholders) harus berbuat apa (sebagai change agents/actors) baik sebagai tugas utama sebuah tim inti yang dibentuk untuk itu maupun tugas bersama komunitas yang lebih luas.

Masalah ini menjadi rumit ketika ada orang atau badan yang tiba-tiba masuk ke desa bawa uang melakukan kegiatan a, b, dan c untuk “perubahan” menurut versi orang atau badan itu, tetapi tidak berangkat dari analisis atas realitas (masalah dan/atau kebutuhan perubahan) masyarakat saat itu.

Baca Juga:

Pendidikan Kontekstual dan Gerakan Konservasi Lingkungan: Mencari Penggerak Perubahan Kolektif untuk Konservasi Lingkungan

Belum ada teori perubahan yang menjelaskan contoh keberhasilan pemberdayaan masyarakat tanpa data dan informasi awal dan akhir yang menjadi indikator dan parameter akurasi arah perubahan.

Alur yang benar untuk mencapai perubahan sesuai visi perubahan yang dirumuskan pada awal program adalah:

1. Memastikan bahwa secara teori, perubahan (visi) yang digambarkan itu hanya mungkin dicapai melalui pilihan jenis-jenis program tertentu, dan bukan program apa saja, yang memiliki relevansi dan efektivitas yang tinggi dalam menghasilkan perubahan seperti yang diharapkan dalam visi perubahan.

2. Keberhasilan program-program yang dipilih tergantung pada kemampuan memilah jenis kegiatan yang relevan dan efektif untuk menghasilkan output kegiatan yang memiliki korelasi yang tinggi dengan jenis outcome program yang diharapkan.

3. Tingkat korelasi antara output kegiatan dan outcome program tergantung pada validitas teori perubahan yang dipergunakan. Kita tidak mungkin meningkatkan produktivitas hasil peternakan sapi atau kerbau petani hanya dengan mengulangi (reduplikasi) persis apa yang sudah dan sedang dilakukan petani – siapa mendidik siapa untuk berubah?

4. Rumusan yang jelas dari outcome masing-masing program yang dipilih harus bisa menjadi pilar-pilar teori yang menyanggah konstruksi visi perubahan yang diharapkan.

Baca Juga:

Mengenal Unsur Perubahan pada Kurikulum Merdeka di Semua Jenjang Pendidikan

5. Persoalan yang selalu muncul adalah outcome yang dihasilkan dari setiap program, mungkin sangat bagus dan kokoh, tetapi tidak harmonis satu dengan yang lain sehingga gagal menjadi pilar penyanggah perubahan yang kokoh dan stabil.

Ada pilar program yang terlalu tinggi atau tinggi sendiri (program favorit). Ada yang terlalu rendah bahkan tidak nampak (karena dianggap program ‘ecek-ecek’ tak penting bagi credit point prestasi).

Rangkuman: Diperlukan teori

1. yang menjembatani kesenjangan (gap) antara kondisi awal dan kondisi perubahan: dari sudut pandang ekonomi, sosiologi, pendidikan dll: apa yang harus dilakukan agar bisa tercapai perubahan seperti yang dirumuskan dalam visi perubahan?

2. yang menjelaskan kontribusi strategis outcome masing-masing program (sebagai intermediate goals) yang dipilih dalam rangka mencapai visi perubahan sebagai the ultimate goals.

3. yang menjelaskan bahwa jenis kegiatan yang dipilih memiliki output (immediate goals) yang relevan dan efektif untuk menghasilkan outcome sebagai sasaran antara (intermediate goals) dalam rangka menuju pencapaian visi perubahan sebagai the ultimate goals.

Yogyakarta 14 Mei 2024.. Foto ilustrasi dari wqa.co.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of