Eposdigi.com – Perintisan pendidikan modern di Indonesia dimulai sekitar tahun 1900 setelah politik etis dicanangkan di negeri Belanda. Awal mula kemunculan pendidikan modern adalah bentuk respon pada pelaksanaan politik etis yang setengah hati di Hindia Belanda.
Politik etis sebagai inisiatif dari atas, tidak mendapat respon yang seragam dari pemerintah Hindia Belanda. Sekolah formal yang sebelumnya sangat eksklusif tidak serta merta menjadi inklusif. Sekolah dibuka tetapi khusus bagi warga pribumi elit yang jumlahnya masih sangat terbatas.
Situasi ini kemudian direspon oleh tokoh seperti Joseph Van Lith dan tokoh Tokoh Tionghoa seperti Souw Siauw Tjong dan Phoa Keng Hek. Mereka inilah sesungguhnya tokoh yang merintis Pendidikan Modern di Hindia Belanda ketika itu. Berikut uraiannya.
Sejarah Pendidikan Modern; Latar Belakang dan Tokoh
Sejak Ratu Wilhelmina mencanangkan politik etis tahun 1901 di Hindia Belanda, sebagai upaya membayar hutang budi Pemerintah Belanda atas dampak buruk Kebijakan Tanam Paksa, Pemerintah Belanda mulai membuka sekolah yang selama ini digunakan untuk mendidik anak-anak pegawai VOC di Hindia Belanda untuk mendidik pribumi.
Baca Juga :
Rektor Baru ITB, Prof. Tatacipta Dirgantara Dilantik Untuk Masa Jabatan 2025-2030
Namun dalam pelaksanaanya, sekolah Belanda yang dibuka untuk Pribumi tersebut masih sangat terbatas. Terutama bagi para elit Bumiputera; anak para bangsawan yang dekat dengan para petinggi VOC atau pegawai VOC rendahan, berkebangsaan Bumiputera terutama di Batavia.
Oleh karena itu, masih lebih banyak anak-anak pribumi termasuk anak-anak dari kelompok masyarakat Tionghoa tidak mendapat kesempatan belajar di sekolah Belanda yang aksesnya dibuka karena kebijakan politik etisnya Ratu Wilhelmina tersebut.
Tanpa pendidikan, anak-anak tumbuh dengan kebiasaan-kebiasaan buruk, di mana orang tua mereka juga dengan pendidikan terbatas dari orang tua mereka. Sebagai orang tua mereka mewarisi nilai-nilai, namun mengalami kesulitan untuk mewariskan nilai luhur yang mereka yakini. Situasi ini sangat memprihatinkan tokoh-tokoh masyarakat Tionghoa.
Mereka menyaksikan pada anak-anak mereka, tumbuh kebiasaan buruk yang jauh dari nilai-nilai ajaran Konghucu yang mereka hayati. Oleh karena itu pada tahun 1900 atas prakarsa tokoh Tionghoa seperti Souw Siauw Tjong, seorang kaya yang berjiwa sosial bersama 19 tokoh lainnya mendirikan Perhimpunan Masyarakat Tionghoa.
Baca Juga :
Perhimpunan tersebut didirikan pada tanggal 17 Maret 1900 dengan nama Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). Perlu dicatat bahwa THHK merupakan perkumpulan yang berdiri paling awal di Hindia Belanda, jauh lebih dulu hadir dibandingkan perkumpulan Sarekat Islam, lima tahun kemudian, atau Budi Utomo yang dibentuk tahun 1908.
Sebagai organisasi pergerakan, perhimpunan ini didirikan dengan beberapa tujuan, yakni untuk mereformasi kebiasaan buruk masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda, memperkenalkan ajaran Konghucu dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Selain itu, organisasi ini juga berupaya mendorong orang Tionghoa yang bermukim di Hindia Belanda untuk mengenal identitasnya, hidup berdampingan dengan masyarakat Pribumi, bersatu dengan mereka sebagai kelompok masyarakat, sehingga dihormati oleh pemerintah Hindia Belanda.
Salah satu program yang mereka jalankan, selain sebagai bentuk reaksi pada pemerintah Hindia Belanda atas ketidakpedulian terhadap pendidikan anak-anak Tionghoa dan untuk mewujudkan tujuan organisasi, THHK memutuskan untuk mendirikan sekolah; Tiong Hoa Hok Tong pada tahun 1901, yang kemudian berganti nama menjadi Tiong Hoa HWE Koan.
Baca Juga :
Siapa Sebenarnya Pencetus Nama Indonesia Untuk Pertama Kali?
Sekolah ini kemudian dikenal dengan Patekoan Tiong Hoa HWE Koan School karena terletak di jalan Patekoan nomor 31, yang kemudian disingkat menjadi Sekolah Pahoa. Tokoh pendirinya adalah Phoa Keng Hek. Ini adalah sekolah swasta modern kedua, setelah Noormalschool yang didirikan oleh Joseph Van Lith di Muntilan tahun 1900.
Dua sekolah modern ini didirikan dengan tujuan yang hampir sama, jauh lebih awal dari sekolah Taman Siswa yang didirikan tanggal 3 Juli 1922. Tokoh pendirinya, Phoa Keng Hek kemudian menjadi kepala sekolah di sekolah Pahoa ini. Sekolah ini kemudian berkembang dengan pesat, dan pada tahun 1950 sudah memiliki 130 cabang di seluruh Indonesia.
Selain tercatat sebagai Pendiri Organisasi Sosial dan Pendidikan THHK, yang ikut mendirikan sekolah Tiong Hoa Hok Tong atau sekolah Pahoa, yang kemudian menjadi kepala sekolahnya, Phoa Keng Hek juga tercatat sebagai orang berjasa dalam proses pendirian Sekolah Tinggi Teknik Bandung atau ITB pada awal berdirinya.
Sebagai salah satu dampak dari perang dunia pertama, Pemerintah Hindia Belanda merasakan kekurangan tenaga teknik. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknik tersebut, sejak tahun 1914, beberapa tahun sebelum berdirinya Technische Hoogeschool te Bandung cikal bakal ITB, pemerintah Hindia Belanda melakukan berbagai proses.
Baca juga :
Di antaranya dibentuklah panitia bagian keuangan yang berperan penting dalam proses berdirinya sekolah tinggi teknik tersebut. Panitia bagian keuangan ini bertugas mencari dana untuk memenuhi kebutuhan panitia dan Phoa Keng Hek dan dua koleganya; H.H Kan dan Nio Hoey Oen ditunjuk untuk peran tersebut.
Mereka kemudian berhasil mengumpulkan dana sebesar 500.000 gulden dan pada tanggal 3 Juli 1920 Sekolah Tinggi Teknik Bandung pertama kali dibuka. Jumlah mahasiswa waktu itu sebanyak 26 orang, 2 orang pribumi, 4 orang Tionghoa dan 20 orang Eropa. Soekarno, proklamator dan Presiden pertama Indonesia masuk tahun berikutnya, pada 1 Juli 1921.
Peran-peran ini menunjukkan bahwa Phoa Keng Hek tokoh Tionghoa ini, memiliki kiprah yang sangat penting dalam sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia. Selain sebagai perintis pendidikan modern, ia juga ikut meletakkan dasar dan merintis pendidikan tinggi di Indonesia.
Mengenal Tokoh Pendidikan Phoa Keng Hek
Phoa Keng Hek, lahir di Bogor tahun 1857, merupakan anak dari seorang kaya bernama Phoa Tjong Tjay. Phoa memiliki pabrik beras dan pabrik teh di Parung Bogor dan tuan tanah. Ia juga melanjutkan usaha orang tuanya berdagang hasil bumi.
Baca Juga :
Sebagai aktivis sosial, Phoa sangat dihormati baik oleh pemerintah Hindia Belanda maupun di kalangan Tionghoa sendiri dan etnis lainnya di Hindia Belanda. Ia menggunakan kekayaannya untuk mengembangkan dunia pendidikan, dan membiayai urusan sosial lainnya.
Di antaranya, karena dampak buruk judi bagi masyarakat, ia meminta pemerintah Hindia Belanda menutup tempat perjudian dan ia bersedia menggunakan uangnya dalam jumlah yang sangat besar untuk mengganti kerugian pemerintah Hindia Belanda akibat penutupan tempat perjudian tersebut.
Selain itu, Phoa Keng Hek juga dikenal sebagai tokoh yang kritis terhadap segala bentuk diskriminasi yang dialami oleh warga pribumi pada masanya. Ia melawan diskriminasi melalui tulisannya yang dikenal tajam dan kritis, namun tetap mau membantu jika pihak yang dikritiknya memerlukan bantuannya.
Ia wafat pada 19 Juli 1937, pada usia 80 tahun. Sebagai bentuk penghormatan berbagai kalangan terhadapnya, rumah duka tempat tokoh ini disemayamkan dikirimi 400 karangan bunga tanda belasungkawa dari berbagai kalangan baik kalangan Eropa, Arab maupun Tionghoa sendiri.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: wikipedia.org
Leave a Reply