Eposdigi.com – Pada hakikatnya dan sejak dulu, mengenakan pakaian bukan hanya merupakan upaya manusia melindungi tubuh dari perubahan iklim, tetapi juga mengenakan pakaian untuk menutupi bagian tubuh privat untuk sopan santun hidup bersama.
Namun dalam perkembangannya, fungsi mengenakan pakaian tidak hanya melindungi, melainkan fungsi menampilkan diri. Di satu sisi, melalui berpakaian orang menyembunyikan kelemahan namun pada saat yang sama, dengan pakaian orang menonjolkan kelebihannya.
Pakaian kemudian digunakan untuk menonjolkan kelebihan tubuh pemakai, sehingga menjadi lebih menarik perhatian orang lain. Dalam perkembangannya, hal-hal inilah yang menjadikan pakaian dan nilai-nilai terkait berpakaian, melahirkan industri mode.
Industri mode kemudian melahirkan jenis-jenis pakaian untuk berbagai kepentingan, berbagai acara, berbagai tempat, berbagai situasi. Berpakaian kemudian menggambarkan adab seseorang ketika ia menyesuaikan pakaiannya dengan situasi, tempat dan acara.
Baca juga :
Namun kini, di tengah perubahan nilai di masyarakat, di mana individu menjadi lebih bebas berekspresi, anak muda yang pegangan nilainya belum kuat, dalam rangka menampilkan diri dan mencari jati diri, kadang memakai pakaian tidak sesuai dengan situasi, tempat dan nilai-nilai.
Anak muda berlomba menunjukan outfit dari hasil padu padan untuk berbagai kesempatan dan tempat, termasuk saat berbusana ke kampus. Tempat-tempat publik seakan menjadi ajang adu outfit untuk menarik perhatian orang di sekitarnya.
Kampus sebagai area sehari-hari bagi mahasiswa, digunakan sebagai ajang memamerkan styling terbaik untuk menunjukkan bahwa dirinya paling trendi. Seperti ditampilkan melalui sebuah akun di media sosial X oleh akun @jessecustre.
Ia membagikan potret dirinya memakai lingerie hitam saat ke kampusnya. Ia mengajak pengguna media sosial X memakai pakaian dalam sebagai outfit ke kampus. Ia menulis; “kamu hanya hidup sekali, pakai lingerie-mu ke kampus.”
Baca juga :
Sejumlah netizen merespon postingan tersebut dengan amarah. Mereka mengingatkan bahwa lingerie termasuk pakaian dalam, sehingga tidak pantas jika dipakai ke kampus. Netizen lain mengingatkan, lingerie yang sejatinya hanya pantas digunakan untuk menggoda lawan jenis.
Netizen tersebut bahkan membandingkan dengan negara yang menganut paham bebas dalam berpakaian saja, tidak senekat itu, mengunakan lingerie ke kampus. Ia pun mempertanyakan orang ini mau kuliah atau mencari perhatian.
Itulah yang sedang terjadi. Nampaknya literasi mahasiswi ini tentang berpakaian masih perlu diperdalam yang menyebabkan konflik antara ekspresi individu dan norma sosial di kampus. Ini menunjukkan bahwa kita memerlukan beberapa hal agar anak muda kita tidak “konyol” di tengah-tengah situasi yang terus berubah.
Apa yang harus dilakukan?
Pada kenyataannya, perilaku seperti di atas selain menggambarkan kedangkalan literasi tentang berpakaian dan ini ada pada banyak anak muda dengan beragam kadarnya. Tetapi juga menggambarkan telah mulai terjadi pergeseran nilai terkait nilai-nilai berpakaian.
Baca juga :
Oleh karena itu diperlukan pendalaman literasi tentang pakaian dan berpakaian. Bahwa pakaian dan berpakaian itu bagian dari berbudaya yang perlu disesuaikan dengan konteks pakaian tersebut dipakai. Ada nilai-nilai yang dihayati di balik pakaian dan berpakaian.
Pendalaman literasi tentang pakaian dan berpakaian ini dapat dilakukan sejak dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Tidak harus sebagai subjek yang dipelajari dalam jam pelajaran rutin, melainkan sebagai topik pembinaan singkat misalnya pada sesi-sesi setelah ulangan umum, yang disiapkan dengan baik.
Ini diperlukan untuk membekali peserta didik agar mereka tidak “konyol” dalam berpakaian ketika masuk perguruan tinggi dan memasuki kehidupan di masyarakat. Sedangkan di Perguruan Tinggi yang suasananya lebih bebas, diperlukan lebih dari pendalaman literasi berpakaian.
Di Perguruan Tinggi diperlukan standarisasi gaya berbusana yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi, sebagai tahap terakhir dalam mengembangkan karakter mahasiswa sebelum mereka akan memasuki lingkungan profesional di tempat mereka akan bekerja.
Baca juga :
Ketika standarisasi gaya busana ini disosialisasikan pada mahasiswa, kampus diharapkan tidak hanya menjelaskan ini sebagai kewajiban, melainkan lebih dalam dari sekedar kewajiban, misalnya tentang hakikat berpakaian dan nilai-nilai sosial dan etika di baliknya.
Dengan adanya standarisasi tersebut, mahasiswa belajar menyeimbangkan ekspresi diri berpakaian mereka dengan norma yang berlaku sehingga menjadi tahap terakhir upaya membentuk kebiasaan menyesuaikan diri dengan konteks sosial.
Selain itu standarisasi gaya busana juga diperlukan untuk menciptakan lingkungan akademik yang kondusif dan nyaman untuk mendukung upaya pembentukan karakter semua mahasiswa. Kita harap ini dilakukan oleh sekolah-sekolah dan kampus-kampus kita.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto ilustrasi dari edukasi.okezone.com
Leave a Reply