APBN 2025 Mengalokasikan Anggaran Pendidikan Untuk Makan Siang Bergizi. Pemerhati Pendidikan; Pemerintah Tidak Berpihak pada Layanan Pendidikan Berkualitas

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Presiden Joko Widodo, dalam pidato pengantar Rencana Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 mengatakan mengalokasikan 722,6 triliun rupiah untuk anggaran pendidikan. Menurut Jokowi, anggaran tersebut akan dialokasikan untuk peningkatan gizi anak sekolah, renovasi sekolah dan pengembangan sekolah unggulan. 

Selain itu, anggaran tersebut juga digunakan untuk memperluas program beasiswa, pemajuan kebudayaan, penguatan perguruan tinggi menuju perguruan tinggi kelas dunia, serta untuk pengembangan penelitian. 

Di tempat berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dari alokasi anggaran pendidikan sebesar 722.6 triliun rupiah tersebut pemerintah akan mengalokasikan 71 triliun rupiah untuk program makan bergizi gratis pada tahun 2025.

Baca juga : 

Ditunggu Kemauan Politik Politisi dan Penguasa, untuk Pengembangan Manusia Indonesia

“Untuk program Presiden terpilih makan bergizi gratis sebesar 71 triliun trupiah sudah dialokasikan di sini. Nanti akan dijelaskan lebih lanjut oleh tim makan bergizi gratis yang akan terus disempurnakan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers tentang RAPBN tahun 2025. 

Sri Mulyani lebih lanjut menjelaskan bahwa program makan bergizi bertujuan menciptakan anak yang cerdas, mencegah stunting dan memberdayakan UMKM, sehingga ekonomi di daerah-daerah bisa bergerak. 

Dengan penjelasan Menteri Keuangan ini berarti bahwa pemerintah mengalihkan 71 triliun rupiah dari alokasi anggaran pendidikan yang sebesar 20 persen dari APBN untuk makan bergizi gratis anak sekolah.

Inilah yang dikhawatirkan oleh para pemerhati pendidikan ketika Airlangga Hartarto mengusulkan pola pendanaan makan siang gratis melalui bantuan operasional sekolah. Para pemerhati pendidikan mengkhawatirkan alokasi dana BOS menjadi semakin kecil setelah program makan siang bergizi menjadi salah satu komponennya.

Baca juga : 

Menelanjangi Problematika Mahalnya Biaya Pendidikan di Indonesia

Dengan mengalihkan 71 triliun rupiah dari  20 persen anggaran pendidikan  berarti apa yang dikhawatirkan oleh Retno Listyarti dari Dari Federasi Serikat Guru Indonesia, menjadi kenyataan. Kata Retno, Penggunaan dana BOS untuk membiayai program makan bergizi gratis adalah wujud ketidakberpihakan pada layanan pendidikan yang adil dan berkualitas. 

Kekhawatiran senada juga muncul dari Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji. Ia menghimbau agar pemerintah tidak gegabah dalam mengimplementasikan program makan siang bergizi ini. 

Kata Ubaid, pemerintah harus memikirkan dampak dan skala prioritas yang mendesak diatasi yaitu untuk peningkatan kualitas pendidikan. Ia menegaskan jika harus ada makan siang bergizi bagi anak sekolah, maka anggarannya harus di luar anggaran pendidikan yang  20 persen tersebut. 

Saat ini, kata Ubaid, anggaran pendidikan yang 20 persen itu,  sudah sangat terbebani karena dialokasikan juga untuk membayar gaji guru dan belanja operasional pegawai. Maka ia menolak jika makan siang bergizi menggunakan dana BOS. 

Baca juga : 

Tentang Pungutan dan Sumbangan di Sekolah Negeri NTT

Tanggapan juga datang dari Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih. Ia menolak jika wacana Program Makan Siang Bergizi untuk anak sekolah menggunakan dana BOS yang 20 persen dari APBN. 

Saya sepakat dengan pemerhati pendidikan dan anggota DPR RI ini. Hingga kini anggaran pendidikan yang 20 persen dari APBN itu sudah digunakan untuk berbagai kepentingan di,luar urusan peningkatan mutu pendidikan. Jika digunakan lagi untuk membiayai program Makan Siang Bergizi bagi anak sekolah, anggaran pendidikan akan semakin kecil. 

Oleh karena itu, pemerintah harus menyediakan anggaran lain untuk membiayai program Makan Siang Bergizi bagi anak sekolah agar anggaran pendidikan 20 persen sungguh-sungguh digunakan membiayai berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan. 

Selain itu, kita juga berharap agar pemerintah lebih selektif dalam menggunakan anggaran pendidikan untuk membiayai sekolah kedinasan. Sekolah kedinasan yang ilmunya sudah banyak dipelajari di universitas, agar ditutup karena kebutuhan banyak lembaga sudah dapat dipenuhi oleh universitas. 

Baca juga : 

Visi dan Asta Cita di Bidang Pendidikan, Menurut Pasangan Nomor Urut 2 Prabowo-Gibran

Di samping itu, penggunaan anggaran pendidikan untuk transfer dana desa juga segera dihentikan karena tidak ada alasan logisnya menggunakan anggaran pendidikan untuk transfer dana desa. Bahkan pejabat yang berwenang memutuskan penggunaan anggaran pendidikan untuk transfer dana desa perlu dimintai pertanggungjawaban. 

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: kompas.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of