Eposdigi.com – Seseorang tumbuh dewasa memiliki mental yang tangguh bukan warisan dari orang tua, melainkan hasil proses pendidikan yang dilakukan oleh orang tua, bahkan sejak anak masih dalam kandungan, setelah anak lahir, pada masa bayi, kanak-kanak, hingga memasuki sekolah.
Kualitas dari proses pendidikan di tahap ini, akan menjadi landasan yang sangat penting bagi proses pendidikan anak tersebut di sekolah. Selanjutnya dengan meluasnya interaksi anak, anak juga dipengaruhi oleh teman sebaya, pengajaran di sekolah, bahkan media massa seperti televisi, bahkan berbagai konten di internet.
Dari semua yang mempengaruhi pembentukan kepribadian anak dalam proses pertumbuhannya, peran orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak, tetap merupakan peran yang paling penting, sentral dan tidak dapat tergantikan oleh pihak lain manapun. Peran guru di sekolah meskipun penting, namun hanya menjadi pelengkap.
Dan peran orang tua tersebut tidak otomatis hilang ketika anak sudah memasuki usia sekolah. Orang tua tetap harus mendampingi anak dalam menjalani semua tahap perkembangannya, bersama semua tantangannya, hingga anak mencapai kedewasaan dan kemandiriannya.
Baca Juga:
Penelitian Membuktikan bahwa Anak yang Sukses, Mempunyai Ibu yang Bahagia
Namun pertumbuhan kepribadian yang dewasa, mandiri dan bermental tangguh hanya mungkin terwujud jika dalam melakukan perannya orang tua menghindari melakukan lima hal berikut ini:
Mengambil Alih Masalah Anak
Dalam melakukan peran mendidik, banyak orang tua, ketika anak menghadapi masalah, orang tua mengambil alih masalah tersebut dan menyelesaikan masalah tersebut tanpa berdialog dengan anak, tanpa melibatkan anak. Pokoknya masalah anak selesai dan anak kelihatan baik-baik di mata temannya, atau gurunya.
Harusnya masalah yang dialami oleh anak, adalah sarana yang diperlukan oleh anak untuk pertumbuhannya. Jika ada satu masalah diselesaikan oleh anak dengan pendampingan orang tua, anak jadi belajar menyelesaikan masalah. Pengalaman menyelesaikan masalah tersebut adalah bekal bagi anak untuk menyelesaikan masalah berikutnya, secara mandiri.
Mengambil alih masalah anak biasanya terjadi ketika orang tua tidak sabar melihat anak berproses, atau karena orang tua tidak tega melihat anak menderita dalam prosesnya menyelesaikan masalah. Ini menyebabkan anak tidak belajar menyelesaikan masalah, tidak mandiri, dan terus bergantung kepada orang tua.
Baca juga :
Padahal seharusnya dengan membiarkan anak menyelesaikan masalah, tentu saja dengan pendampingan orang tua, membuat anak belajar menyelesaikan masalahnya sendiri yang menjadi bekalnya untuk menghadapi masalah berikutnya. Dan kemandirian akan menjadi buahnya jika orangtua konsisten menahan diri untuk tidak mengambil alih masalah anak.
Terlalu Melindungi Anak
Tindakan orang tua terlalu melindungi anak, jauh lebih berbahaya daripada tindakan mengambil alih masalah anak, karena anak jadi tidak menghadapi masalah sama sekali. Anak akan berada di zona nyaman yang membuatnya tidak mengalami hidup yang sesungguhnya,
Anak tidak berjuang menghadapi masalah dengan segala resiko perjuangan seperti rasa cemas, rasa kecewa, sakit hati, sedih, jika gagal. Rasa puas, rasa senang, rasa bangga jika berhasil. Anak bertumbuh secara fisik, namun tidak bertumbuh secara mental. Sehingga usia kronologis anak mungkin terus bertambah namun usia mental tidak bertambah.
Seharusnya anak diberi kesempatan untuk menghadapi masalah, berjuang menyelesaikan masalahnya sendiri. Bisa sukses, bisa gagal. Namun dari sana anak didampingi untuk belajar menghadapi masalah berikutnya. Itulah pertumbuhan. Anak memang harus dilindungi, namun perlindungan yang berlebihan akan membuat anak tidak bertumbuh.
Menyalahkan orang lain pada saat anak bermasalah atau gagal
Ketika anak bermasalah, atau ketika anak gagal, orang tua harus bersikap objektif, untuk mendudukkan masalah atau kegagalan anak pada porsinya dan tidak serta merta menyalahkan pihak lain atas kegagalan atau atas masalah yang dihadapi oleh anak. Sebaiknya secara objektif membedah masalahnya untuk menemukan akar masalahnya.
Baca Juga:
“Yang Terbaik Untuk Anak”; Antara Ego Orang Tua atau Kebutuhan Anak?
Karena biar bagaimanapun orang lain ada salahnya, namun secara terkait anak juga pasti menyumbang masalah dalam kegagalan tersebut. Ini lebih membuat anak belajar untuk memperbaiki diri, untuk menjadi lebih baik pada saat yang akan datang. Lagi pula jika terus menerus menyalahkan orang lain, anak akan merasa menjadi korban tindakan orang lain.
Jika terus menerus orang tua melakukannya, akan muncul mental playing victim. Orang yang terkena mentalitas ini, akan cenderung menyalahkan orang lain, cenderung merasa diri tidak berdaya, merasa paling malang dan merasa menjadi korban dari tindakan orang lain. Anak bahkan menjadi stres, merasa mengalami ketidakadilan, bahkan depresi.
Oleh karena itu, agar tidak muncul mental playing victim, anak harus didampingi untuk belajar dari masalah dan kegagalan yang terjadi secara proporsional, sehingga anak mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Dampingi anak untuk bertindak lebih baik, termasuk memperbaiki kesalahan. Ini akan membuat anak lebih kuat dan lebih percaya diri.
Menuntut anak untuk selalu berhasil
Banyak anak justru menjadi lebih dewasa, kuat dan berhasil setelah mengalami kegagalan berkali-kali terlebih dahulu. Ini hanya terjadi apabila orang tua berpandangan bahwa kegagalan dan belajar dari kegagalan adalah bagian dari pertumbuhan dan kesuksesan anak.
Baca juga :
Orang tua seperti ini akan terus memberikan dukungan meskipun anak berkali kali gagal. Orang tua yang seperti ini adalah orang tua yang paham pada kondisi batin dan perasaan anak. Orang tua seperti ini yang dibutuhkan anak dalam pertumbuhannya.
Sebaliknya orang tua yang menuntut anak untuk selalu berhasil adalah orang tua yang masih harus belajar memahami proses tumbuh kembang anak dan tidak realistis sebagai orang tua. Karena pertumbuhan anak, keberhasilan, dan kedewasaan anak adalah hasil dari proses belajar anak, termasuk proses belajar dari kegagalan.
Orang tua terlalu dominan
Ada dua kecenderungan orang tua yang seringkali menjadi penghambat komunikasi dengan anak, sekaligus menjadi penghambat pertumbuhan anak yakni, orang tua cenderung menasehati anak dan memberikan perintah tanpa berusaha mengetahui masalah dan pendapat anak.
Padahal ketika anak bermasalah, banyak anak sebetulnya mengetahui masalahnya, bahkan mengetahui cara memecahkan masalah tersebut. Yang dibutuhkan anak pada saat itu adalah kesediaan orang tua untuk mendengarkan anak dan pemahaman orang tua. Inilah yang menyebabkan bagi banyak anak, orang tua terlalu dominan.
Dominasi orang tua terhadap anak membuat banyak anak lebih mau dekat dengan teman sebayanya ketimbang dekat dengan orang tua. Padahal ini menjadi peluang bagi anak untuk menerima pengaruh yang tidak baik, karena teman sebaya anak adalah remaja yang sama-sama masih labil.
Baca Juga:
Di Usia Berapa Seorang Anak Boleh Diberi Gadget oleh Orang Tua?
Bukan berarti orang tua tidak boleh menasehati dan memerintah, melainkan dapat melakukan keduanya setelah mendengarkan anak untuk memahami duduk masalahnya terlebih dahulu, untuk memberikan nasihat dan perintah yang sesuai dengan kebutuhan dan masalah anak.
Ini akan lebih membantu anak dalam pertumbuhannya bahkan anak akan menjadikan orang tuanya sebagai partner-nya dalam menghadapi masalah selama masa pertumbuhannya, dan anak akan merasa lebih dihargai oleh orang tuanya.
Jika orang tua menghindari lima hal ini dalam pendampingan terhadap anak, anak akan bertumbuh menjadi pribadi dewasa yang bermental lebih tangguh. Selamat mendampingi, sertakan Tuhan dalam setiap proses yang dijalani bersama anak-anak.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis. / Foto ilustrasi dari klikdokter.com
Leave a Reply