Merdeka dari Covidiot

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com- Perang melawan Corona belum usai. Hingga hari ini korban masih terus berjatuhan. Hingga kemarin  (16/08/2021) ada 17.384 kasus positif baru. 1.245 orang meninggal karena corona hari ini.

Angka ini, menjadikan kasus kematian karena corona di Indonesia sejauh ini bertambah menjadi 118.833. Sementara total seluruh kasus positif corona sebesar 3.871.738 orang.

Perang besar ini, masih terus berlangsung di seluruh belahan dunia. Korbannya sudah ratusan juta orang. Lebih dari 207 juta manusia sakit, 4.37 juta orang meninggal karena corona.

Baca juga: Ada Varian  Corona Yang Lebih Berbahaya, “Covidiot” Namanya

Pidato Presiden Uganda Yoweri Kaguta Museveni di tengah perang melawan Corona sungguh memberi gambaran tentang perang besar ini. Museveni dalam pidatonya  (kami kutip dari cirebonraya.pikiran-rakyat.com, 16/05/2021) antara lain mengatakan: 

“Dunia saat ini sedang berperang. Perang tanpa senjata dan peluru. Perang tanpa tentara manusia. Perang tanpa batas. Perang tanpa gencatan senjata. Perang tanpa arena. Perang tanpa zona terlarang.

Tentara dalam perang ini tanpa ampun. Tidak memiliki setitik pun rasa kemanusiaan. Tidak pandang bulu – tidak peduli apakah anak-anak, wanita, atau tempat ibadah yang diserangnya.

Tentara ini tidak tertarik pada rampasan perang. Tidak ada niat untuk merubah rezim. Tidak peduli tentang sumber daya mineral yang kaya di bawah bumi. Bahkan tidak tertarik pada hegemoni agama, etnis atau ideologis.

Baca juga: Ada Lagi Gejala Covidiot Baru, Ini Lebih Berbahaya

Ambisinya tidak ada hubungan dengan superioritas rasial. Ini Adalah tentara yang tidak terlihat, cepat dan sangat efektif. 

Agenda satu-satunya adalah panen kematian. Hanya kenyang setelah mengubah dunia menjadi satu lahan kematian besar. Kapasitasnya untuk mencapai tujuannya tidak diragukan lagi. Tanpa mesin darat, amfibi dan senjata udara, ia memiliki pangkalan di hampir setiap negara di dunia.

Pergerakannya tidak diatur oleh konvensi atau protokol perang apa pun. Singkatnya, ia adalah hukumnya sendiri. Ia adalah Coronavirus. Juga dikenal sebagai COVID-19 (karena mengumumkan kehadiran dan niatnya yang merusak di tahun 2019)”.

Di tengah  perang besar ini ternyata terdapat banyak penghianat. Alih-alih saling membantu untuk melawan musuh tak terlihat ini, mereka justru membuat medan perang semakin parah. Ibarat musuh dalam selimut, kita ditusuk dari belakang oleh mereka. 

Baca juga: Lebih Parah, Covidiot Juga Menyebabkan Gejala Kesehatan Mental Serius

Ketidakpercayaan mereka terhadap musuh, merasa kebal dari senjata musuh, memberontak terhadap berbagai upaya pertahanan, dan menganggap bahwa kampanye melawan musuh tak terlihat ini hanyalah intrik politik atau konspirasi global.

Selain itu para penghianat ini, cenderung menyebarkan informasi yang tidak terkonfirmasi kebenarannya, membagi ke berbagai lini media massa berita atau informasi yang bahkan mereka tahu salah namun sengaja disebar.

Informasi apapun mengenai perang ini atau musuh bersama bernama Covid-19 ini tidak dikroscek, tidak diuji kebenarannya terlebih dahulu. Mereka mempercayai itu sebagai satu-satunya sumber.

Lebih lagi, para penghianat ini, lebih memilih bermental budak. Melakukan tindakan pencegahan atau melawan musuh hanya karena diperintah oleh aturan. Mereka taat protokol perang ketika didesak oleh ancaman hukuman. Bukan karena kehendak bebasnya memilih.

Baca juga: Merdeka Dari Pandemi, Merdeka Dari Intoleransi

Ada sebuah ilustrasi anekdot yang beredar. Sebuah foto usang memperlihatkan seorang tentara menggendong di punggungnya seekor keledai. Dalam foto itu terdapat narasi, menjelaskan kenapa si prajurit menggendong keledai.

“Saat itu mereka sedang memasuki kawasan yang penuh ranjau ranjau, dan kalau keledai dibiarkan berkeliaran ke sana kemari, berpotensi menyebabkan ledakan yang bisa membunuh semua orang. 

Pesan moral dari gambar ini adalah, saat kita memasuki masa-masa sulit, yang pertama kali harus ditangani adalah si bodoh yang tidak sadar akan bahaya yang ditimbulkannya dan bertindak sesuka hati.”

Walaupun narasi dalam foto ini tidak benar, namun sebagai pesan moral barangkali ini relevan dengan kondisi kita saat ini.

Baca juga: Merdeka Belajar Adalah Kemerdekaan Berpikir

Narasi sebenarnya dari foto itu adalah seorang prajurit Prancis dari 13th Demi-Brigade of the Foreign Legion yang menemukan seekor anak keledai sendirian dalam kondisi lemah dan kelaparan. 

Ia merasa iba dan menggendongnya ke markas untuk di selamatkan. Ia menamai keledai itu Bambi, yang kemudian menjadi maskot unit tersebut.

Kabar baik dari perang besar ini adalah kita memiliki potensi yang lebih besar untuk keluar sebagai pemenang.

Yoweri Kaguta Museveni dalam pidatonya lebih lanjut mengatakan;

“Syukurlah, pasukan musuh ini memiliki kelemahan dan bisa dikalahkan. Hanya membutuhkan tindakan kolektif, disiplin dan kesabaran kita….

Ia menyerah dalam menghadapi jarak sosial dan fisik kolektif. Ia tunduk pada kebersihan. Tidak berdaya ketika Anda mengambil takdir Anda di tangan Anda sendiri dengan menjaganya tetap bersih sesering mungkin.”

Baca juga: Komunitas Baca “Masdewa”, Contoh Nyata Pendidikan Kontekstual

Hari ini, kemerdekaan sejati hanya lahir ketika kita semua lepas bebas dari prasangka buruk. Kemerdekaan sejati hadir melalui sikap saling peduli, saling menghargai, mengedepankan sikap toleransi, menciptakan keadilan.

Kemerdekaan sejati hanya lahir dari mereka yang secara bebas memilih untuk peduli pada sesama, mematuhi semua norma dalam masyarakat, menjaga dan merawat keberagaman bangsa, melestarikan lingkungan alam.

Dan dalam masa pandemi ini, kemerdekaan sejati adalah merdeka dari sifat-sifat Covidiot.

Dirgahayu Republik Indonesia ke 76. “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”

Sebarkan Artikel Ini:

1
Leave a Reply

avatar
1 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
0 Comment authors
Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
trackback

[…] Baca Juga : Merdeka dari Covidiot […]