Eposdigi.com – Kepulauan Nusantara merupakan wilayah yang sebagian besarnya dilewati oleh Cincin Api Pasific (Ring of Fire). Cincin api ini adalah garis tumbukan lempengan bumi dan jalur gunung api.
Jalur ini membentang sejauh 40.000 km. Ia ini melewati pantai barat Amerika Selatan hingga melingkar ke Kanada di utara, melewati Semenanjung Kamtschat – Jepang, membentuk simpul di Indonesia lalu ke Selandia Baru dan berakhir di kepulauan Pasifik Selatan.
Tidak hanya berada di atas Ring of Fire, Indonesia juga diapiti oleh lempengan Eurasia, Pasifik serta Lempengan Indo-Australia. Ketiganya merupakan lempengan tektonik aktif. Aktifitas tumbukan ketiga lempengan ini melahirkan banyak gunung api (depoedu.com-24/01/2019)
Baca Juga: Membidik Target Pendidikan Kebencanaan
Hari ini, hari pertama di Bulan September tahun 2020, dimana pada bulan ini, aktivitas pemantaun gunung api di Indonesia berusia 100 (Seratus) tahun. Tepat pada tanggal 16 September 2020 nanti kami akan merayakan puncak peringatan 100 Tahun Pemantauan Gunung Api di Indonesia.
Untuk menyongsong puncak perayaan itu, berbagai kegiatan telah dan akan dilakukan sebagai suatu rangkain peringatan seperti; webinar dan juga donor darah. Tepat pada hari ini juga dilaksanakan webinar dengan topik: Refleksi Pemantauan Gunung Api di Indonesia.
Pada kesempatan ini saya akan mencoba membagikan refleksi 2 tahun saya mengabdi sebagai Pengamat Gunung Api.
Dua tahun pengabdian merupakan waktu yang sangat singkat dari 100 tahun Pemantauan Gunung Api di Indonesia. Bisa dibilang baru seumur jagung meskipun pada kenyataannya tidak ada jagung yang berumur 2 tahun saat di panen.
Secuil pengalaman mengabdi di tahun kedua sebagai pengamat gunung api inilah yang akan saya coba refleksikan dan saya bagikan.
Bergabung bersama keluarga besar Kementarian ESDM, Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sebagai Pengamat Gunung Api bukanlah suatu kebetulan bagi saya.
Pengalaman “berkecimpung” di gunung api sudah saya rasakan tepat 8 tahun sebelum saya diterima menjadi ASN dengan jabatan fungsional Pengamat Gunung Api Pelaksana pada tahun 2018.
Tahun 2010 Saya ikut merasakan dahsyatnya letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah – DIY. Ketika itu bersama teman-teman komunitas kaum muda gereja St.. Antonius Kotabaru Yogyakarta kami menggabungkan diri bersama para relawan untuk menyalurkan logistik ke tempat tinggal sementara warga terdampak.
Sejak saat itu, saya begitu tertarik dengan Merapi. Berbagai informasi mengenai aktivitas Merapi selalu saya ikuti di kanal-kanal media sosial.
Baca Juga: Ada Bahaya lebih Besar dari Banjir di Jakarta
Dan sejak saat itu pula saya mengenal dan mengetahui keberadaan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) sebuah unit teknis dibawah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), yang secara khusus salah satu tugasnya melakukan pemantaun aktivitas Merapi, salah satu gunung api aktif di Indonesia.
Tahun 2017 ketika pemerintah membuka penerimaan CPNS di berbagai instansi baik kementerian/lembaga maupun pemeritahan daerah saya memutuskan untuk mencoba peruntungan dengan mendaftarkan diri di kanal resmi penerimaan CPNS.
Tidak satupun instansi yang saya lewatkan untuk mencari formasi jabatan yang tersedia yang sesuai dengan latar belakang pendidikan saya.
Hingga ketika menemukan formasi jabatan Pengamat Gunung Api di Kementrian ESDM saya memutuskan untuk mendaftarakan diri sebagai Pengamat Gunung Api. Tentu pengamalan menjadi relawan Merapi pada tahun 2010, turut memberi andil sekaligus menguatkan keputusan ini.
Tidak berlebihan, saya sepertinya jatuh hati pada formasi jabatan ini. Hal ini mendorong saya untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk mengikuti proses seleksi.
Setelah dinyatakan lolos seleksi adiministrasi kami diminta untuk hadir ke Kota Maumere – Pulau Flores untuk mengikuti seleksi kompotensi dasar dan kompotensi bidang.
Pada akhirnya, terpilih kami 25 Pengamat Gunung Api yang akan bertugas di Pos Pengamatan Gunung Api yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Saya menjadi salah satu dari 25 orang tersebut.
Baca Juga: Flores Timur Sigap hadapi Bencana?
Dari sinilah kehidupan saya bisa dibilang berubah 180 derajat. Perubahan yang saya maksud adalah bagaimana hidup saya menjadi bermanfaat bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat banyak.
Saya ingat betul ketika wawancara tahap akhir, saya ditanya apakah siap meninggalkan Jogjakarta kota Berhati Nyaman dengan segala isinya dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI sebagai Pengamat Gunung Api , dengan sedikit keraguan saya menjawab: “ Saya siap, Pak ”.
Jawaban itulah yang menurut saya merupakan poin terpenting dari seluruh tahapan seleksi yang sudah semua peserta lewati. Dan jawaban itu pula yang akhirnya membawa hidup saya menjadi bermanfaat bagi orang lain disekitar saya. Bersambung …
(Penulis adalah ASN : Pengamat Gunung Api Pelaksana – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi – Badan Geologi – Kementerian ESDM. / Tulisan ini adalah refleksi penulis sebagai insan pemantau gunung api dalam rangka 100 tahun Pemantauan Gunung Api Indonesia / Foto: dok. pribadi penulis)
Leave a Reply