Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan : https://www.eposdigi.com/2025/08/30/nasional/retorika-sang-jenderal-dan-bayangan-koruptor-sebuah-pertanyaan-untuk-republik/
Eposdigi.com – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang tidak akan membela kader partai yang korup adalah sebuah upaya yang patut diapresiasi, setidaknya di level narasi. Namun, narasi saja tidak cukup. Dibutuhkan bukti nyata, tindakan konkret yang konsisten, dan keberanian untuk melawan intervensi politik yang selalu mengintai di setiap proses hukum.
Sistem remisi dan pembebasan bersyarat adalah instrumen yang penting dalam sistem peradilan, memberikan kesempatan bagi narapidana untuk memperbaiki diri. Namun, instrumen ini tidak boleh disalahgunakan, apalagi untuk memberikan privilege kepada para koruptor yang telah merugikan bangsa begitu besar.
Pertanyaan kritisnya adalah: bagaimana proses pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada Setya Novanto dilakukan? Apakah sudah sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi? Apakah ada faktor-faktor non-hukum yang bermain di balik layar? Inilah titik krusialnya.
Baca Juga:
Retorika Sang Jenderal dan Bayangan Koruptor – Sebuah Pertanyaan untuk Republik
Apabila seorang mega-koruptor bisa dengan mudah mendapatkan kelonggaran hukum, maka pesan yang sampai ke masyarakat adalah bahwa korupsi bukanlah kejahatan yang begitu serius. Ini bisa meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dan bahkan terhadap pemerintah itu sendiri.
Efek dominonya akan terasa di berbagai sektor: investor akan ragu menanamkan modal, masyarakat akan apatis terhadap upaya pemberantasan korupsi, dan semangat antikorupsi yang telah dibangun susah payah akan luntur.
Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabumi Raka yang belun setahun berjalan ini memiliki kesempatan emas untuk membuktikan janji-janji yang telah diucapkan.
Momentum ini adalah waktu yang tepat untuk menunjukkan bahwa komitmen pemberantasan korupsi bukanlah narasi hiasan pidato, melainkan pondasi utama tata kelola pemerintahan dan negara.
Baca Juga:
Korupsi dan Sistem yang Korup : Cara Sederhana Membedah Anatomi Korupsi
Ini membutuhkan keberanian politik yang luar biasa, tidak hanya dari Presiden dan Wakil Presiden saja tetapi juga dari seluruh jajaran kabinet dan aparat penegak hukum.
Sebuah Pertanyaan untuk Keadilan dan Masa Depan Bangsa
Jika janji pemberantasan korupsi hanya sebatas retorika, lantas apa yang bisa kita harapkan?
- Apakah Koruptor Kini Merasa Lebih Aman? Ketika simbol mega-korupsi bisa “selamat” dengan cara ini, pesan apa yang dikirimkan kepada calon-calon koruptor di luar sana? Bahwa hukuman penjara tidak menakutkan, bahwa ada “jalan keluar”?
- Di Mana Peran Lembaga Anti-Korupsi? Di tengah tren pelemahan KPK dan berbagai intervensi politik, apakah lembaga-lembaga anti-korupsi masih memiliki kekuatan untuk melawan arus?
- Apakah Memori Kolektif Kita Begitu Pendek? Kita, sebagai rakyat, apakah sudah terlalu lelah untuk berteriak? Apakah kita sudah terlalu sibuk dengan urusan harian hingga lupa bahwa uang yang dikorupsi itu adalah hak kita, anak-anak kita, dan masa depan bangsa?
- Siapakah yang Bertanggung Jawab? Apakah ini hanya kesalahan satu individu atau kesalahan sistem yang memang sudah terlanjur bobrok dan rentan terhadap intervensi?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan arah bangsa ini ke depan.
Baca Juga:
Dukung Prabowo Berantas Korupsi dan Hukum Mati Koruptor Kakap, LSM LIRA Sampaikan Lima Maklumat
Membangunkan Kesadaran: Sebuah Seruan Moral
Indonesia telah memasuki usia 80 tahun kemerdekaannya. Usia yang matang. Namun, kedewasaan ini tidak boleh menempatkan semua kita pada situasi kebosanan atau apatisme. Sebaliknya, ini adalah momentum untuk introspeksi.
Kasus Setya Novanto bukanlah akhir dari sebuah cerita, melainkan awal dari sebuah pertanyaan besar: apakah kita akan membiarkan janji pemberantasan korupsi hanya menjadi retorika di atas panggung?
Seorang jurnalis investigasi, tentu tahu bahwa kebenaran seringkali tersembunyi di balik fakta-fakta yang terlihat biasa. Pembebasan Setya Novanto bukanlah hanya sebuah isu yang menjadi berita, melainkan sebuah pertanda.
Pertanda bahwa kita harus semakin waspada, tetap terus kritis, dan semakin lebih vokal. Bahwa janji seorang presiden, seberapi-api apapun, harus diuji dengan tindakan nyata.
Baca Juga:
Sebagai warga negara, sudah menjadi kewajiban semua kita untuk terus menagih janji itu. Kita harus bersikap tegas tanpa kompromi untuk tidak membiarkan satu pun mega-koruptor lolos dari hukuman yang setimpal.
Tugas kita untuk mengingatkan pemerintah bahwa di balik setiap remisi yang diberikan, ada uang rakyat yang hilang, ada mimpi anak-anak yang terenggut, ada harapan para honorer guru dan nakes-medis yang luluh lantak, ada jeritan hati para buruh-petani-nelayan yang tidak digubris, dan ada kepercayaan rakyat yang hancur.
Mari kita pastikan bahwa janji untuk memberantas korupsi tidak hanya bergaung di panggung-panggung kampanye, menggelegar di podium-podium para elit, tetapi juga harus nyata bergema di setiap lorong penjara, di setiap ruang pengadilan, dan yang terpenting, di setiap hati nurani para pemimpin bangsa ini.
Baca Juga:
Indonesia tidak akan pernah benar-benar merdeka jika para koruptor bisa bebas dengan senyum, sementara rakyatnya masih terbelenggu oleh kemiskinan. Janji itu memang tak pernah menjadi suci jika ia hanya serangkaian kata yang indah, menunggu momen untuk diucapkan, lalu hilang dilupakan.
Sebuah Ajakan Moral dan Refleksi Publik
Korupsi bukanlah hanya angka-angka statistik atau berita di media massa. Korupsi adalah perampasan hak-hak dasar rakyat. Korupsi adalah sumber pemiskinan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial. Korupsi adalah penghambat utama kemajuan bangsa.
Oleh karena itu, perjuangan melawan korupsi adalah perjuangan kita bersama, perjuangan seluruh elemen bangsa.
Baca Juga:
Dan untuk seluruh pembaca yang budiman,janganlah kita mudah larut dalam janji-janji manis semata. Kita tidak boleh terlena oleh retorika yang berapi-api tanpa diiringi bukti nyata. Sudah saatnya kita sebagai warga negara yang kritis dan berdaya untuk terus mengawasi, mempertanyakan, dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin kita.
Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabumi Raka harus membuktikan keseriusannya. Ini bukan hanya tentang menangkap dan memenjarakan koruptor, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang menutup celah-celah korupsi, mengembalikan uang negara hasil kejahatan, dan memastikan bahwa hukuman bagi para koruptor benar-benar memberikan efek jera.
Jika tidak, maka janji-janji pemberantasan korupsi hanya akan menjadi bualan kosong, sebuah lagu lama yang terus didendangkan tanpa makna.
Baca Juga:
Retorika Sang Jenderal dan Bayangan Koruptor – Sebuah Pertanyaan untuk Republik
Apakah kita akan membiarkan Setya Novanto dan para mega-koruptor lainnya menertawakan keadilan dari ruang kebebasan yang diterimakan dan dari balik jeruji besi yang “tidak lagi kokoh” dan “mulai longgar”?
Atau kita akan bersatu, mendesak pemerintah untuk benar-benar menunaikan janji-janji sucinya? Pilihan ada di tangan semua kita. Masa depan Indonesia yang bersih dari korupsi adalah tanggung jawab kita bersama.
Mari bertanya, mari mendesak, dan mari berjuang. Karena Republik ini terlalu berharga untuk diserahkan kepada para perampok tak berhati dan tidak bernurani itu!
Karikatur dari CNBC Indonesia
Leave a Reply