Implementasi Lateral Keputusan MK Tentang Sekolah Gratis Melalui Sekolah Rakyat dan Sekolah Swasta

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com —Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidangnya tanggal 27 Mei 2025 mengabulkan gugatan uji materi atas undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 34 ayat 2. Para penggugat dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia dan tiga pemohon lainnya  menganggap UU Sisdiknas pasal 34 ayat 2 masih multitafsir. 

Hal tersebut terjadi karena para penggugat menilai, selama ini pendidikan gratis yang diamanatkan oleh bunyi UU nomor 20 tentang Sisdiknas pasal 34 ayat 2 hanya dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat masih belum digratiskan. 

Oleh karena itu, para penggugat mengusulkan agar selain pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah digratiskan, pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat juga digratiskan, dan MK dalam sidangnya mengabulkan gugatan tersebut.  Konsekuensinya, pendidikan gratis berlaku untuk sekolah negeri dan sekolah swasta. 

Baca Juga:

Implementasi Yang Lateral Dari Keputusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pendidikan Gratis

Putusan MK tersebut menegaskan kembali amanat konstitusi bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, dan negara bertanggung jawab untuk memastikan akses pendidikan  yang adil dan inklusif bagi setiap warga negara. Keputusan tersebut juga membuka akses bagi keluarga yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta. 

Ini adalah jalan keluar bagi pemerintah dan masyarakat karena daya tampung sekolah negeri yang terbatas. Akan tetapi ini sekaligus merupakan tantangan bagi keduanya, karena pemerintah masih dalam kondisi keterbatasan kemampuan fiskal. Di pihak swasta, selama ini hampir semua sekolah swasta hidup dari dana yang dipungut dari masyarakat. 

Jika keputusan MK tersebut diimplementasikan secara linier, pemerintah memberikan subsidi pada sekolah negeri sekaligus pada sekolah swasta, dan sekolah swasta dilarang memungut biaya pendidikan dari masyarakat untuk membiayai operasional penyelenggaraan pendidikannya. 

Baca Juga:

Menunggu Kebijakan Implementasi Pemerintah terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Menggratiskan Sekolah Negeri dan Swasta

Keputusan linier semacam ini dikhawatirkan berdampak buruk pada mutu pendidikan dasar secara keseluruhan, termasuk mutu sekolah swasta. Dalam keterbatasan fiskal, subsidi yang diterima oleh sekolah swasta bisa jadi lebih kecil dari kebutuhan operasionalnya, dan ini pasti berdampak buruk bagi mutu sekolah swasta.  

Oleh karena itu diperlukan model implementasi yang lebih lateral, dengan mempertimbangkan kemampuan fiskal pemerintah di satu pihak. Di pihak lain, sekolah swasta tetap diizinkan untuk memungut biaya pendidikan dengan regulasi tertentu, untuk mencegah munculnya kapitalisme dan komersialisasi di bidang pendidikan. 

Kebijakan implementasi yang lateral dan Sekolah Rakyat

Baca Juga:

Mahkamah Konstitusi Menolak Permohonan Agar Mata Pelajaran Agama Dijadikan Mata Pelajaran Pilihan di Sekolah

Setelah uji materi dikabulkan, rumusan pasal 34 ayat 2 UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 menjadi: ”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.”

Selama ini banyak undang-undang tidak dapat  diimplementasikan secara linier, karena keterbatasan negara dalam implementasi undang-undang tersebut. Banyak undang-undang yang kemudian diimplementasikan secara lateral dan esensial, tidak terlaksana seperti rumusannya, tetapi terlaksana secara esensial.

Secara lateral, isi pesan pasal di atas adalah pemerintah menjamin semua warga negara untuk mengenyam pendidikan, baik melalui sekolah negeri maupun sekolah swasta. Pada kenyataannya, jaminan negara tersebut hanya  diperlukan oleh warga negara yang memiliki keterbatasan secara ekonomi. 

Dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial mengelompokkan kesejahteraan masyarakat dalam apa yang mereka sebut sebagai desil. Dalam pengelompokan tersebut ada 10 desil. Warga negara yang terbatas secara ekonomi kira-kira berada pada desil 1 hingga 5, dilihat dari profil pendapatan mereka. 

Baca Juga:

Slogan Kemendikdasmen, Pendidikan Bermutu untuk Semua, Tidak Terbukti di SPMB 2025

Mereka yang berada pada desil 1 adalah mereka yang berada pada kondisi miskin ekstrim. Desil 2 adalah kelompok miskin. Desil 3 adalah keluarga hampir miskin. Sedangkan desil 4 dan desil 5 adalah kelompok masyarakat menengah bawah dan menengah bawah namun mulai stabil secara pendapatan. 

Berdasarkan pengelompokan tersebut, mereka yang memerlukan real pendidikan gratis itu adalah mereka yang berada pada kelompok desil 1 hingga desil 5 tersebut. Sekolah rakyat ini adalah sekolah yang secara khusus didirikan untuk memfasilitasi anak dari keluarga miskin desil 1 dan desil 2, agar mereka dapat mengenyam pendidikan selanjutnya, untuk memotong rantai kemiskinan. 

Tahun ini Sekolah Rakyat sudah mulai beroperasi di 100 lokasi di Indonesia, dan tahun anggaran 2026 akan didirikan lagi di 100 lokasi. Hingga akhir masa jabatan Presiden Prabowo, ditargetkan sekolah rakyat sudah ada di 416 kabupaten di seluruh Indonesia. 

Sehingga tinggal mereka yang berada pada desil 3, 4 dan 5. Untuk mereka, saya kembali pada usul saya dalam tulisan saya sebelumnya di portal ini (https://www.depoedu.com/2025/6/3/Edu-talk).  Jika tidak diterima di sekolah negeri, mereka jika masuk sekolah swasta dijamin akan diterima. Tentu saja dengan subsidi dari pemerintah. 

Baca Juga:

Krisis Kepemimpinan di Bidang Pendidikan

Jika kebutuhan lebih besar dari subsidi, maka menjadi tanggung jawab sekolah swasta tersebut. Menurut hemat saya, kebijakan ini lebih aman, baik bagi pemerintah maupun bagi sekolah swasta. Pemerintah secara esensial tetap menjalankan amanat undang-undang, menjamin hak siswa desil 3,4,5 untuk mengenyam pendidikan. 

Dan sekolah swasta juga tetap terproteksi karena masih dapat memungut biaya pendidikan dari masyarakat untuk kelangsungan hidup sekolah. Itulah usulan kebijakan implementasi yang lebih lateral, yang baik bagi semua pihak. 

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: lintastotabuan.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of