Eposdigi.com – PT GoTo; nama perusahaan gabungan dari dua perusahaan ternama; Gojek dan Tokopedia bisa dibilang masih seumur jagung. Usianya baru terhitung 1 tahun lebih sejak berdiri pada 17 Mei tahun lalu.
Karena itu, kabar PHK besar-besaran yang menimpa karyawannya tentu saja mengejutkan. Kurang lebih 1.300 karyawannya harus menerima nasib pemutusan hubungan kerja. Itu setara dengan 12 % dari total karyawan miliknya.
Termasuk GoTo sepanjang tahun ini, kurang lebih 18 perusahaan yang karyawannya harus rela di-PHK.
Seperti dilansir oleh detik.com (18.11.2022) mulai dari Shopee Indonesia, pada 19 September 2022, kemudian Tokocrypto, Indosat Ooredeoo Hutchinson, Binarv Academy, Bananas Indonesia, Grab Kitchen, JD.id, Mamikos, Mobile Premier Legue, Lummo, Tanihub dan LinkAja.
Baca Juga:
Kemudian ada Pahamifi, Zenius, SiCepat, The Goods Dept, GoTo dan Ruangguru. Ke 18 perusahaan ini adalah perusahaan-perusahaan rintisan (startup) yang berbasisi teknologi.
Banyak perusahaan beralasan bahwa tekanan ekonomi global menjadi penyebab PHK besar-besaran itu. Namun banyak ahli berpendapat berbeda. Apalagi perusahaan-perusahaan ini baru saja ‘panen besar’ selama pandemi.
Semua yang serba online selama pandemi menjadi sumber pendapatan mereka.
“Benarkah ini terjadi pada mereka karena situasi ekonomi global? Saya kok ragu-ragu ya. Kalau saya lihat memang selama pandemic banyak sekali mereka diuntungkan. Semua orang menggunakan jasa mereka. Tapi apa itu sustain?” tanya Pakar Bisnis UI Rhenald Kasali seperti dikutip detik,com (20/11/2022) dari akun youtube miliknya.
Baca Juga:
Harap Cemas Buruh Jelang Pengumuman Kenaikan Upah Minimum 2023
Profesor Rhenald mengatakan demikian sebagai tanggapan atas alasan yang dikemukakan oleh Ruangguru dan GoTo bahwa PHK besar-besaran yang menimpa perusahaan mereka karena tekanan ekonomi global.
Profesor Rhenald berpendapat bahwa apa yang terjadi pada banyak startup termasuk raksasa seperti GoTO adalah karena kebiasaan “membakar duit” yang berlebihan yang selama ini dilakukan oleh mereka.
Senada dengan Profesor Rhenald, salah satu pemilik Sinar Mas Group, Franky Oesman Widjaja, seperti dikuti oleh cnbcindonesia.com bahwa guncangan ketidakstabilan yang menimpa banyak startup saat ini karena kebiasaan ‘bakar duit’.
Dijelaskan oleh Franky Oesman Widjaja bahwa sebelumnya startup-startup mudah mendapatkan suntikan modal yang banyak dari investor luar negeri.
Bank Sentral Amerika dan juga Eropa kadang mengambil kebijakan ‘mencetak uang’ yang kemudian mengakibatkan tingkat likuiditas tinggi. Karena kemudahan ini mengakibatkan uang beredar dalam jumlah banyak termasuk sampai ke kantung-kantung startup.
Baca Juga:
Kemudahan mendapatkan uang inilah yang kemudian digunakan oleh perusahaan-perusahaan rintisan (starup) ini untuk promosi dalam jumlah besar-besaran (membakar duit).
Sementara saat ini akibat resesi global, bank-bank sentral luar tidak lagi jor-joran mencetak uang. Tingkat sukubunga acuan naik, mengakibatkan banyak investor memilih menahan dananya. Akibatnya startup-startup ini kekurangan likuiditas.
“Di era cetak uang tersebut para investor melakukan investasi besar-besaran di startup. Uang tersebut digunakan untuk dibakar untuk promosi-promosi untuk menarik pelanggan, atau istilahnya burning money” kata Franky Oesman Widjaja.
Namun kebiasaan burning money (bakar duit) untuk promosi besar-besaran ini bukan satu-satunya sebab. Infografis yang disusun oleh cnbcindonesia beberapa waktu lalu mengungkap sebab musebab banyaknya startup tidak mampu bertahan.
Dari infografis ini, ada beberapa penyebab yang menurut saya cukup menarik. Bahwa factor-faktor dari dalam perusahaan ternyata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberlangsungan sebuah perusahaan.
Infografis ini menunjukan bahwa hal-hal seperti tidajk ada kebutuhan pasar, komposisi tim tidak tepat, produk tidak ramah pengguna, produk tanpa model bisnis serta strategi pemasaran yang buruk.
Baca Juga:
Tujuh Skills Yang Dibutuhkan Dunia Usaha, Sekolah Wajib Kembangkan
Kemudian ada pivot (perubahan arah bisnis) perusahaan tidak tepat, kehilangan fokus, bahkan peluncuran produk diwaktu yang salah pun turut menentukan masa depan perusahaan.
Pengalaman dalam infografis ini seolah menegaskan bahwa bukan hanya soal perusahaan, dalam banyak hal, bahkan kehidupan pribadipun, urusan-urusan besar lainnya biasanya didahului oleh tuntasnya ‘urusan dengan diri sendiri’.
Leave a Reply