Eposdigi.com– Puisi Gabriel Cyrillus Lesmana Koban
Dewata Menata Karma
Aku masih muda,
Tak bisa kumaknai semua.
Beragama jadi candu belaka,
Sering hilang esensinya.
Satu orang kena musibah,
Yang lain bergunjing sambil menyumpah,
“Makan tuh karma, kaum bersalah!”
Cukup sebelah mata mereka menyumpah serapah.
Padahal setiap hari berdoa,
Misa harian di Gereja,
Menyumbang di sini di sana,
Tapi marah waktu ‘tak disebut nama.
Satu hari tak pernah puas,
Berderma dengan buas,
Sambil tak lupa melibas,
Mereka yang kurang pas.
Padahal tiap hari berdoa,
Selesainya punya resolusi sempurna,
Siapa menghalang pandangannya,
Akan dibuat ‘tak berdaya.
Aku masih muda,
Merenung di toilet sambil bertanya: Apa ada maknanya?
Senyum gembira dan berjaya,
Melihat korbannya terhina.
Tapi Dewataku berbeda,
Meski sama dengan yang dia sembah,
Menata karma tanpa gegabah,
Tak perlu logika manusia.
Dia punya cara,
Mengangkat manusia terhina,
Tenang dan biarkan saja,
Kemudian Dia hadir memberiku piala.
Jadi aku selalu menang,
Tanpa harus membunyikan genderang perang,
Dalam diam kutelan yang mereka kumandang,
Hina dan malu biarkan melayang.
Dewataku menata karma,
Itu yang aku percaya,
Hanya Dia yang punya rumusnya,
Menimbang musibah menakar bahagia bagi kita.
Di rumah Bali, mau mandi dan ke pantai cari ombak bagus
Bali, 10:14 WITA
31 Mei 2022
Pada Hujan Kutitip Salam
Lima purnama aku lewati,
Kesal, sedih, kecewa, merindu hati,
Pada kenangan yang sempat tertali,
Harus terhempas karna pandemi.
Pada hujan kutitip salam,
Biarlah rintiknya jatuh ke atas mereka,
Wakili asaku dalam dada,
Yang sesak, terkoyak, tak berdaya.
Matahari di pagi hari,
Dirimu tak tampak membuka hari,
Pada hujan kutitip salam,
Untukmu sobat yang tak kugenggam.
Rindu kudengar suara galaknya,
Lantang menggelegar,
Kunanti teguran, tak henti dukungan,
Semangati langkahku.
Pada hujan kutitip salam,
Aku yang rindu pada baktimu, guru…
Layar bening…. sampai kapan ini?
Berhenti bermimpi wahai teknologi!!!
Cepat pergi raksasa pandemi!!!
Agar kami bersama lagi.
Pada hujan kutitip salam,
Jatuhkan rintikmu ke atas mereka,
Biar sejukmu membalut asa semua,
Bagi kami yang rindu kembali ke tempat yang sama.
Bukit Golf Riverside, Cimanggis
12 Agustus 2020
KITA PERNAH BERPAPASAN
Ingatkan aku, bunda….
Jika sibuk mengikat jiwa,
Membuat aku lupa,
Untuk menyapa sesama.
Atau…, bolehkan aku bertanya?
Apakah itu semua,
Hanya dogma lama,
Yang sudah kadaluwarsa?
Ingatkah suatu hari, bunda?
Kita menatap ke arah yang sama,
Berharap ada tegur sapa,
Mustahil dia lupa.
Karna kita berpapasan,
Sejarak tebal triplek papan,
Tatap mata bertabrakan,
Secepat itu dia mengalihkan pandangan.
Memberi harapan, mematikan impian,
Menebar senyuman sebagai jawaban,
Misterius seperti lukisan,
Aku gagal dalam menyimpulkan.
Kuingat kita pernah berpapasan,
Saat diriku sedang berantakan,
Gelap pekat bergulat dengan penglihatan,
Dan matamu dimanjakan kesempurnaan.
Ingatkah dulu, kandidat teladan?
Sering kau cari aku untuk bertukar pikiran,
Sejatinya ini bukan khayalan,
Kita memang sering berpapasan.
Untuk: kacang yg lupa sama kulitnya
May, 20th, 2022
Sentra Medika Hospital
PANCA INDERA
Kali ini aku meracau kata,
Semoga ‘nggak ditegur Bu Bea,‘nggak diminta remed sama Bu Ika,
Ssssttt…, jangan kasih tau mereka,
Aku merombak sistem kerja panca indera……
Di ujung tahun menuju pergantian, aku melihat jelas kalian dalam bayangan,
Ketika panas air mata tak berkesudahan mengaburkan pandangan.
Satu per satu datang bergantian, seakan mengingatkan:
Warisan tak selamanya memukau dalam penampilan.
Mata tak melulu tentang penglihatan,
Kecemasan kulihat di mata kalian seperti kulit yang merasakan.
Seperti lidah yang tergigit ketika mengunyah makanan,
Desah berat suara beribu penyesalan berbalut kekesalan mempertanyakan keadaan.
Waktu ‘tak bisa kembali diputar, haruskah ini aku yang ingatkan?
Aku tahu kalian sedikit gentar: mampukah retak kembali tegak sebagai landasan?
Kuingat samar sebelum lamunan buyar: panca indera kita yang Dia ciptakan!
Terhubung tapi menyebar: itulah kalian dalam ingatan.
Kali ini aku meracau menutup kisah, tentang rasa gelisah,
Ternyata aku resah, tidak bisa pasrah, enggan berpisah.
Untuk para guru yang tak pernah lelah: kuhitung mundur waktu dengan gundah,
Kagum, sedih, kesal, kenangan dalam satu wadah: aku belum mau pisah.
Untuk semua guru SMP Kolese Kanisius yang saya sayangi: terima kasih atas dukungan dan
perhatiannya yang tak henti kepada saya, terutama sejak saat saya divonis sakit pada bulan
Desember 2021 yang lalu. Saya sudah menyelesaikan US susulan kemarin, terima kasih untuk
selalu mengingat dan memperjuangkan saya.
Terima kasih dan terima kasih.
Gabriel Cyrillus Lesmana Koban
Bukit Golf Riverside, 19 Mei 2022
Penulis adalah siswa SMP Kolese Kanisius Jakarta kelas IX/Foto: greamind.id
Leave a Reply