Eposdigi.com – Simon Nama Samon Lamanepa menulis di akun facebook miliknya demikian:
“Natal, Pakaian Baru dan Kompetisi EGO.
Rumah Tuhan seolah menjadi pasar. Tempat para penggadai-penggadai. Memperjualbelikan ego masing-masing. Ini sudah menjadi pasaran khas ketika badai penghujung tahun.
Imannya telah digadaikan. Dengan baru yang melekat pada pakaian masing-masing. Sedangkan Tuhanpun cemburu melihat manusia menuhankan keduniawiannya.”
Baca juga: Natal Adalah Anda
Kepadanya saya menanggapi, lebih tepat sedikit memanasi, “Banyak dari kita memasang lampu kerlap kerlip. Sementara tetangga sebelah kita mati lampu karena tak mampu membeli pulsa isi ulang listrik rumahnya.”
Tidak terkecuali kami di rumah. Pun memasang pohon Natal, buatan pabrik. Dengan hiasan Natal pernak-pernik. Pun dengan dua lampu kerlap-kerlip.
Tarik ulur antara hedonis kapitalisme pesta besar keagamaan di satu sisi dengan berbagai keprihatinan dan opsi memihak kepada mereka yang berkekurangan, yang butuh perhatian lebih, sebagai bentuk solidaritas kita kepada mereka, sungguh bukan perkara mudah di tengah moderenitas kehidupan hari ini.
Membutuhkan refleksi yang mendalam, untuk memilih titik mana antara hedonisme dan merayakan sesuatu yang spesial. Sementara titik pisah ini memiliki batas yang teramat tipis.
Belum tentu mereka yang memenuhi rumah dengan memasang berbagai ornamen Natal dan lampu kerlap kerlip, tidak memiliki kepedulian sama sekali terhadap mereka yang butuh perhatian lebih.
Begitu pula mereka yang merayakan Natal dalam kesederhanaan, apakah ada yang menjamin mereka cukup perhatian terhadap yang berkekurangan?
Baca juga: Finis Vitae Sed Non Amoris
Natal dalam kisah Alkitab memiliki dua sisi. Yang satu gegap gempita suara para malaikat mewartakan inkarnasi Allah yang menjadi manusia, hadir ke dunia, yang sungguh lahir dari rahim seorang perempuan.
Di sisi lain Putra Allah sendiri ini lahir di kandang ternak. Yang dalam banyak tradisi, kandang ternak adalah tempat yang kotor, terabaikan, jauh dari perhatian kebanyakan manusia.
Gereja Indonesia, dalam semangat Natal tahun 2021 ini mengambil tema “Cinta Kasih Kristus yang Menggerakkan Pesaudaraan.” Tema ini sangat menarik. Mengandung dua kata kunci sekaligus.
Pertama pengakuan akan Cinta Kasih Allah yang begitu besar kepada umat manusia. Sekaligus panggilan ke luar, sebagai bentuk pengakuan iman akan Cinta Kasih Allah Yang Maha Besar itu dengan mewujudkan Persaudaraan.
Iman yang bergerak. Tidak boleh diam. Bergerak untuk mewujudkan persaudaraan. Bukan hanya sekadar mengakui sebagai saudara kepada orang lain namun mewujudkannya lewat tindakan nyata. Kepada seama manusia tanpa kecuali, apapun latar belakangnya.
Baca juga: Ini Lima Kebiasaan Positif Yang Menjadikan Jepang Bisa Maju
Maka merayakan Natal bukan lagi persoalan gegap gempita atau dalam kesederhanaan. Paradoks ini tentu akan kehilangan maknanya.
Ketika baik merayakan Natal dalam kesederhanaan maupun dengan gegap gempita, memiliki panggilan yang sama-sama kuat dan penuh untuk menjadi saudara bagi sesama, miskin maupun kaya, yang baik maupun yang pernah baik, tanpa kecuali.
Sumber foto: WordPress.com
Leave a Reply