Eposdigi.com – Secara Sosiologis, guru adalah kelompok intelektual, bagian dari lapisan menengah masyarakat. Mereka memiliki akses dan kemampuan mengakses pengetahuan, maka memiliki wawasan masa depan, termasuk mampu melihat peluang, dan meramalkan masa depan.
Namun di pihak lain, guru adalah golongan yang tidak memiliki capital, yang tidak jarang bersinggungan dengan berbagai keprihatinan menyangkut banyak hal. Mereka berjumpa dengan orang yang mau sekolah tetapi tidak punya uang.
Mengajarkan anak-anak membaca, mendorong mereka membaca, tetapi ketika semangat membaca muncul, tidak tersedia bacaan secara memadai dan bermutu. Mereka juga bersinggungan dengan kondisi hidup guru yang serba pas-pasan, sehingga tidak memiliki tabungan untuk menghadapi situasi seperti anggota keluarga sakit, pendidikan anak ataupun persiapan pensiun serta aneka keprihatinan lain.
Dilingkupi situasi geososial, geoekonomi seperti di atas, guru terpicu untuk mencari alternatif pemecahan yang tidak jarang melahirkan peluang bisnis, yang ketika digeluti dapat menghantar guru menjadi pelaku bisnis yang sukses.
Tulisan ini mengangkat kisah sukses beberapa perusahaan yang profesi pendirinya pada awalnya adalah guru. Mudah-mudahan menginspirasi Digiers.
Asuransi Bumi Putra 1912
Asuransi Bumi Putra muncul karena keprihatinan yang mendalam terhadap nasib dan situasi hidup para guru Bumi Putra ketika itu. Prakarsa pendiriannya digagas oleh M. Ng. Dwidjosewojo, seorang guru dan aktivis. Gagasan ini dicetuskan dalam kongres Budi Utomo tahun 1910.
Dua tahun kemudian, pendirian Asuransi Bumi Putra diputuskan dalam kongres pertama Persatuan Guru Hindia Belanda, sebagai salah satu keputusan penting kongres tersebut di Magelang, tanggal 12 Februari 1912.
Sejak awal berdiri, Asuransi Bumi Putra sudah menganut sistem kepemilikan dan penguasaan yang unik, yakni bentuk badan usaha mutual atau usaha bersama, di mana semua pemegang polis adalah pemilik perusahaan yang mempercayakan wakil-wakil mereka di Badan Perwakilan angggota (BPA) untuk mengawasi jalannya perusahaan.
Modal awalnya berasal dari para pembeli polis pada saat itu. Asuransi Bumi Putra benar-benar didirikan dengan modal nol, oleh guru-guru waktu itu.
Ng. Dwijosewojo sebagai penggagas, duduk pada kepengurusan sebagai Presiden Komisaris. Juga ditunjuk M.K.H. Soebroto sebagai Direktur, dan M. Adimidjojo sebagai bendahara. Ketiga orang guru ini dikenal kemudian sebagai tiga tokoh pendiri Bumi Putra, sekaligus peletak batu pertama Industri Asuransi di Indonesia.
Kini Asuransi Bumi Putra memasuki 10 dasawarsa. Setelah melewati berbagai tantangan, Asuransi Bumi Putra tumbuh sebagai perusahaan pembiayaan besar yang mempekerjakan 18.000 karyawan, melindungi lebih dari 9,7 juta jiwa rakyat Indonesia, dengan jaringan kantor sebanyak 576 di seluruh Indonesia.
Kompas Gramedia Group
Dua tokoh pendiri Kompas Gramedia, Petrus Kanisius Ojong dan Jakob Oetomo pada awalnya adalah guru. Setelah lulus MULO, P.K. Ojong hijrah ke Batavia dari Padang. Karena ketiadaan biaya, ia masuk HCK (Hollandsch Chineesche Kweekschool).
Pada usia 20 tahun, ia lulus sekolah guru dan mengajar di St. Johanes Berchmans, kini Sekolah Budi Mulia. Awalnya dipercaya mengajar di kelas I, kemudian beralih mengajar di kelas IV. Tahun 1943, ia bahkan dipercaya menjad Kepala Sekolah. Namun tahun 1944 ia memutuskan untuk berhenti menjadi guru. Dua tahun kemudian P.K.Ojong bekerja di Star Weekly.
Sedangkan Jakob Oetomo, sekeluar dari Seminari Tinggi, ia lantas mencari kerja. Jadi guru adalah cita-cita yang pernah muncul bersama dengan cita-cita menjadi Pastor. Ia berangkat ke Jakarta namun akhirnya mengajar di SMP Mardi Yuana Cipanas Jawa Barat selama satu tahun.
Jakob Oetomo lalu pindah mengajar di Sekolah Guru bagian B di Lenteng Agung Jagakarsa, tahun 1953. Setahun mengajar di sana, ia kemudian pindah mengajar ke SMP Van Lith di Jalan Gunung Sahari. Di sana ia mengajar hingga dua tahun.
Sejak tahun 1960, P.K.Ojong sering bertemu dengan Jakob Oetomo karena kedua tokoh ini sama-sama terlibat di gerakan asimilasi. Di samping itu, mereka pun sama-sama menjadi pengurus Ikatan Sarjana Katolik Indonesia.
Selain karena frekuensi interaksi melalui organisasi, menurut Helen Iswara, beberapa kesamaan ini membuat mereka ‘nyambung’. Pertama, kedua tokoh ini adalah bekas guru. Kedua, P.K. Ojong memiliki minat yang besar terkait Sejarah, sedangkan Jakob Oetomo memiliki ijazah B1 Sejarah.
Ketiga, keduanya adalah mantan pemimpin redaksi. P.K. Ojong adalah mantan pemimpin redaksi Star Weekly dan Jakob Oetomo adalah pemimpin redaksi Majalah Penabur.
Kecocokan inilah yang membuat P.K. Ojong mengajak Jakob Oetomo bergabung ketika hendak mendirikan Intisari, pada bulan Agustus tahun 1962, sebagai cikal bakal Group Kompas Gramedia.
Ketika itu menurut P.K. Ojong, pembaca Indonesia terkucil karena hampir tak ada majalah luar negeri yang diperkenankan masuk. Bagi P.K. Ojong ini merupakan keadaan yang tidak sehat.
Dua tahun kemudian, yakni tahun 1965, karena perkembangan sosial politik waktu itu, dua tokoh ini bersama Frans Seda, atas anjuran Jendral Ahmad Yani, mendirikan Harian Kompas. Menyusul tahun 1970, group ini mendirikan Toko Buku Gramedia.
Dengan tata kelola yang baik, group ini tidak hanya mampu mendirikan dan membesarkan hampir semua jenis media. Group ini pun merambah ke bisnis perhotelan, pendidikan dengan mendirikan Universitas Multi Media Nusantara, dan terakhir mendirikan bisnis event organizer.
Di tengah gelombang krisis ekonomi yang melanda Indonesia, group ini terus bertumbuh dan melakukan transformasi, untuk dapat beradaptasi dengan perubahan. Saat ini, group ini mempekerjakan sekitar 32.000 karyawan.
Dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia yang dikeluarkan oleh Globe Asia, Jakob Oetomo berada di urutan ke-21 dengan jumlah kekayaan sebesar USD 1,65 miliar. Bersambung….
(Tulisan ini pernah tayang di depoedu.com. kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: id.wikipedia.org)
[…] Baca Juga: Mulai dari Profesi Guru, Mereka Merintis Bisnis dan Sukses (Bagian Pertama) […]