Eposdigi.com – Komite sekolah adalah sebuah lembaga mandiri. Anggotanya berasal dari orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dasar hukum pembentukan komite sekolah adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 tahun 2016. Komite sekolah hadir membantu sekolah dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan, memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Dalam menjalankan fungsinya tersebut komite sekolah diperbolehkan menggalang dana dan sumber daya pendidkan lainnya dari masyarakat baik perorangan / organisasi / dunia usaha / dunia industry maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif.
Namun penggalangan dana dan sumber daya pendidikan tersebut – terutama kepada orang tua/wali perserta didik -, hanya diperbolehkan dalam berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Artinya segala bentuk penggalangan dana tersebut harus merupakan kesepakatan semua pihak. Ini berarti baik proses dan jumlah dana bantuan merupakan hasil keputusan bersama. Sekolah atau komite sekolah dilarang secara sepihak menarik uang dari orang tua/wali peserta didik yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktunya ditetapkan sendiri.
Karena berasal dari masyarakat, maka penggalangan dana oleh komite sekolah harus dipertanggungjawabkan secara transparan. Sebagaimana juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan bahwa dana komite sekolah wajib diaudit. Hasil audit tersebut bahkan harus dilaporkan kepada menteri jika pendanaan tersebut melebihi jumlah yang ditetapkan.
Hal inilah yang menggerakan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Darius Beda Daton, meminta agar penggalangan dana sumbangan dari orang tua siswa untuk komite sekolah diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan.
“Dana sumbangan komite sekolah merupakan dana publik yang perlu diaudit BPK mengingat jumlahnya cukup besar namun selama ini luput dari perhatian,” katanya di Kupang belum lama ini.
Darius mengatakan hal tersebut setelah pihaknya melakukan kajian pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kota Kupang, serta tujuh kabupaten lain di antaranya, Kabupaten Kupang, Flores Timur, Lembata , Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Sumba Barat.
Cukup mengejutkan, hasil kajian menunjukkan bahwa penarikan sumbangan komite sekolah kepada peserta didik atau orang tua wali yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan dengan rinci per tahun. Tidak tanggung-tanggung, rata-rata sumbangan dana komite sekolah dari sejumlah daerah yang menjadi sampel kajian tersebut mencapai sekitar Rp1.000.000,00
Menurut Darius, jika besaran sumbangan itu dikalikan dengan jumlah siswa di provinsi setempat berdasarkan dapodik semester ganjil 2018/2019, maka nilainya menjadi cukup besar.
“Dalam hitungan kami jumlah potensi kerugian masyarakat yang tidak teraudit mencapai lebih dari Rp195 miliar,” terang Darius. “Nilai dana ini sangat besar makanya kepala sekolah jadi jabatan politis. Saya curiga ada banyak duit abu-abu di sana,” tambahnya.
Untuk itu, sebagaimana diamanatkan oleh PP No 44 tahun 2008, Darius meminta agar sumbangan komite sekolah yang merupakan dana publik ini diaudit lembaga berwenang sehingga bisa diketahui secara jelas pemanfaatannya.
“Karena itu audit ini penting sehingga dana yang begitu besar ini tidak disalahgunakan dan bisa diketahui jelas pemanfaatannya,” tegas Darius. Bahkan, pihaknya telah menyampaikan hal ini kepada BPK dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang pelayanan publik, di Kupang, 23 Agustus 2019 lalu. (Foto : ombudsman.go.id)
Leave a Reply