Penyederhanaan atau Pemurnian Adat

Kearifan Lokal
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Adat adalah kebiasaan yang tidak tertulis namun terpelihara dalam kehidupan sosial masyarakat.  Adat hampir sama dengan yurisprudensi, yakni kebiasaan – kebiasaan yang tidak tertulis namun terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara,  misalnya pidato Presiden dalam mengantar nota keuangan ataupun bentuk lainnya.  Namun adat lebih kompleks dari pada yurisprudensi. 

Sehubungan dengan lahirnya produk UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka desa – desa mulai giat untuk menata dan membangun.  Pembangunan tidak hanya secara fisik tapi juga membangun hal – hal non fisik. UU tentang Desa,  memberikan empat kewenangan bagi desa.  

Satu di antaranya adalah kewenangan asal usul. Melalui kewenangan ini, Desa diberikan ruang untuk melestarikan adat istiadat dan menegaskan identitas. 

Uraian dari kewenangan ini, saya coba untuk mengambil kata kunci MELESTARIKAN.  Di sini saya menggunakan logika berpikir yang sangat sederhana tentang MELESTARIKAN.  

Baca Juga:

Hukum Adat di Mata Masyarakat Adonara

Melestarikan adalah tindakan untuk merawat dan menjaga keasliannya.  Pertanyaannya adalah apakah adat atau kebiasaan yang hidup dan berkembang di kehidupan sosial kita saat ini benar – benar asli atau tulen.  

Ataukah sudah terkontaminasi seiring perjalanan waktu yang begitu panjang.  Jika sudah terkontaminasi, maka tugas terberat adalah mengidentifikasi dan menemukan keasliannya.  Tindakan ini tidak semudah membalikan telapak tangan karena kebiasaan yang tidak murni ini telah masuk jauh ke dalam sum – sum.  

Sebenarnya sangat mudah untuk mengidentifikasi, tetapi yang berat adalah bagaimana merumuskan strategi penyederhanaan.  

Berikut beberapa strategi dalam melakukan pemurnian adat.  

Pertama : Membentuk LPA (Lembaga Pemangku Adat) 

Pemerintah Desa melahirkan regulasi dalam hal ini untuk membentuk LKD atau Lembaga Kemasyarakatan Desa.  Salah satunya adalah LPA.  

Baca Juga:

Tanggapan atas Diskusi KMAY Menyoal Beban Adat di Adonara

LPA memiliki otoritas penuh dalam hal ini.  LPA harus membangun kemitraan dengan unsur – unsur terkait lainnya guna mendiskusikan hal – hal yang berkaitan dengan penyederhanaan adat.  Diskusi tidak bisa dilakukan sekali atau dua kali.  Harus banyak dilakukan untuk lebih maksimal dalam melakukan identifikasi masalah dan lebih maksimal pula dalam merumuskan strategi pemurnian.  

Kedua : Identifikasi masalah.  

Bentuklah tim untuk melakukan identifikasi masalah dan merumuskan strateginya.  Tim ini bertugas untuk mengidentifikasi hal – hal yang benar – benar dikategorikan sebagai adat dan hal – hal yang tidak disebut sebagai adat. 

Agar memudahkan tim dalam menemukan hal – hal ini, maka harus melibatkan ata mua yang memiliki kewenangan dalam menentukan.  

Para mua – lah yang memiliki kewenangan untuk menentukan peristiwa manakah yang disebut sebagai peristiwa adat.  

Saya berpendapat bahwa sesungguhnya ada tiga peristiwa dalam kehidupan sosial masyarakat yang disebut sebagai peristiwa adat. Yaitu: Peristiwa adat yang berkaitan dengan kematian (maten kwetin), Peristiwa  adat yang berkaitan dengan kawin mawin (mamun barek).

Dan Peristiwa adat yang berhubungan dengan Lewotanah, misalnya pembuatan media – media milik Lewotanah,  misalnya rumah – rumah adat (uma lango – epu orin Lewotanah) 

Baca Juga:

KMAY diskusikan “Beratnya Beban Adat di Adonara”

Adat memiliki konsekuensi.  Baik itu menyelamatkan maupun mencelakai.  Oleh karena itu lakukan identifikasi untuk menemukan adat dimaksud agar kita dapat meninggalkan hal – hal yang telah digiring masuk ke dalam ruang adat. Hal – hal yang digiring masuk ke dalam ruang adat adalah hal – hal yang tidak memiliki konsekuensi adat. 

Artinya kalau kita tidak lakukan,  maka kita tidak dikutuk oleh adat.  Jika kita lakukan maka akan menjadi beban bagi kita.  Apakah kita harus terus memelihara/melestarikan hal – hal yang menjadi beban bagi kita.  

Tiga: Mengidentifikasi para pelaku dalam urusan – urusan adat

Tindakan ini sangatlah penting karena para pelaku inilah yang menjalani peristiwa adat.  Siapa saja yang ada di dalam urusan – urusan adat.  Ada beberapa unsur yang berada di dalam urusan adat,  yakni : 

Unsur kaka arin (hubungan suku dan juga hubungan sedarah), Unsur naan binen (hubungan saudara/saudari sedarah) dan Unsur opu alap (hubungan akibat kawin mawin) 

Ketiga unsur inilah yang menjadi pelaku dalam urusan adat.  

Baca Juga:

Menguji Agama Koda Dengan Alienasi Feuerbach

Dalam hal penyederhanaan, maka ketiga unsur ini perlu dipertemukan pada tingkat suku.  Berikan motivasi pada suku – suku untuk membicarakan tentang bagaimana wujud kontribusi dalam gelekat,  baik sebagai kaka arin,  sebagai naan binen dan juga sebagai opu alap.  

Jika pertemuan sudah terjadi pada tingkat suku, maka tim menghimpun semua pemikiran yang ada lalu merumuskan dan mengambil point – point penting untuk dibawa ke forum desa yang diselenggarakan oleh LPA.  

Dalam forum ini, diharapkan mampu melahirkan sebuah konsep permanen dan mengikat semua suku.  Jika konsep ini sudah disepakati di dalam forum, maka langkah berikut adalah melakukan legalisasi keputusan baik secara adat maupun secara pemerintahan agar benar – benar mengikat bagi semua orang. 

Legalisasi secara adat, tentu menjadi tugas suku mehene dalam desa untuk berpikir tentang bagaimana bentuk seremonialnya.  Sedangkan secara pemerintahan, Kepala Desa dapat menerbitkan Surat Keputusan Kepala Desa. 

Saya mengakhiri secuil sumbangsih pemikiran ini dengan sebuah ilustrasi.  

Adat ibarat tanaman labu (besi) yang tumbuh di bukit bebatuan.  Labu tumbuh dan berbuah di antara dua batu.  Perlahan tapi pasti, dari waktu ke waktu buah labu itu akan besar dan dihimpit oleh batu.  Jika demikian maka buah labu tidak akan berbuah sempurna.  

Baca Juga:

Agama Koda: Way of life Atadiken Adonara

Agar buah labu tersebut dapat berbuah sempurna, maka yang menanamnya harus mengeluarkan labu dari himpitan batu.  

Demikian pula dengan kehidupan sosial budaya kita.  Banyak perilaku kehidupan sosial budaya kita mengatasnamakan adat dan telah menghimpit kita.  Haruskah kita terus bertahan dalam himpitan ataukah harus berupaya keluar dari himpitan ini.  (Witihama, 21 Desember 2020)

Foto dari makassar.terkini.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of