Mengulang Sejarah Redenominasi Rupiah

Bisnis
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun 2020 – 2024 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2022 salah satunya adalah berisi penjelasan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana untuk menyederhanakan rupiah dengan menghilangkan tiga nol di belakang. Nantinya, misalnya  uang Rp1.000 akan dihilangkan tiga nol di belakangnya, menjadi Rp1 tanpa mengurangi nilai tukarnya.

Redenominasi Rupiah yang saat ini sedang mengemuka lagi rupanya sudah direncanakan sejak tahun 2013, 10 tahun lalu. RUUnya bahkan sudah mulai disusun sejak tahun 2017. Dan sekarang RUU Redenominasi nilai uang rupiah sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2020-2024.

Sejarah mencatat, redenominasi nilai rupiah bukan barang baru. Tahun 1965 tepatnya 13 Desember 1965, melalui Penetapan Presiden No.27/1965, Presiden Soekarno melakukan tindakan moneter, meredenominasi rupiah dengan menghilangkan tiga nol. Saat itu uang lama Rp.1000 menjadi Rp1 uang baru.

Baca Juga:

Sedang Dipersiapkan Bank Indonesia, Sebentar Lagi Indonesia Punya ‘Bitcoin’ Sendiri

Tujuannya adalah agar ada kesatuan moneter di seluruh wilayah Indonesia. Sayangnya, masyarakat waktu itu belum sepenuhnya paham maksud pemerintah. Akibatnya inflasi terjadi di mana-mana. Ditambah lagi dengan situasi politik saat itu yang tidak stabil membuat redenominasi rupiah saat itu gagal.

Karena itu wacana redenominasi mata uang saat ini harus diawali dengan sosialisasi yang memadai sekaligus menyiapkan regulasi yang ketat untuk menghindari inflasi yang meningkat.

Redenominasi saat ini memang bertujuan untuk menyederhanakan nilai nominal baik dalam transaksi maupun dalam pencatatan transaksi akuntansi. Hanya nilai nominalnya saja yang disederhanakan.

Karena itu, redenominasi jangan sampai dianggap sebagai pengurangan nilai uang terhadap barang. Bahwa nominal pecahan uang berkurang namun nilai tukarnya terhadap barang sama saja.

Misalnya uang lama Rp50.000,- bisa digunakan untuk membeli beras 50 kg maka uang baru setelah redenominasi menjadi Rp.50 pun sama nilainya untuk membeli beras 50kg.

Baca Juga:

Siap-Siap, ATM Bakalan Punah

Secara praktik, hal ini sebenarnya sudah sering kita jumpai dalam keseharian kita saat ini. Banyak laporan keuangan disajikan dalam digit yang lebih sedikit disertai catatan misalnya “dalam ribuan”. Artinya jika nominal yang tersaji dalam laporan ditulis Rp1.000 maka nilai sebenarnya adalah Rp1.000.000,-.

Atau misalnya harga barang-barang sekarang ini lazim ditulis menggunakan harga dalam Sistem Satuan Internasional. Dimana huruf K (kilo) lazim digunakan sebagai pengganti ribuan. Rp10K berarti Rp10.000,-

Selain penyederhanaan dalam transaksi dan pencatatannya, redenominasi juga memiliki tujuan psikologis demi kredibilitas dan kesetaraan nilai dengan mata uang asing lainnya.

Misalnya jika nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika hari ini adalah Rp15.000,- per US$ maka setelah redenominasi menjadi Rp15,- per US$. Secara psikologis Rp15 per dolar dianggap lebih kredibel dibandingkan dengan Rp15.000 per dolar.

Musuh utama redenominasi adalah inflasi. Karena itu regulasi yang ketat harus dilakukan untuk mencegah para spekulan nakal menaikan harga barang yang dapat menyebabkan inflasi.

Baca Juga:

BRICS dan Dedolarisasi, Tanda Berakhirnya Hegemoni Amerika Serikat?

Misalnya suatu barang dengan barang lama adalah Rp800,- setelah redenominasi harganya naik menjadi Rp1,- atau naik Rp200 menurut nominal uang lama. Kenaikan ini tentu akan mengakibatkan inflasi karena itu regulasi harus benar-benar ketat untuk menghindari spekulasi harga seperti contoh ini.

Setelah sosialisasi mengenai nilai dan regulasinya yang memadai, secara luas dan menjangkau segenap lapisan masyarakat terutama pelaku-pelaku ekonomi, selanjutnya adalah masyarakat diberi tenggat waktu yang cukup untuk menukarkan uang dengan nominasi lama ke yang baru.

Masa peralihan ini tentu menjadi bagian penting dari program redenominasi. Pada masa peralihan ini sosialisasi terus dilakukan, penegakan aturan dilakukan secara ketat maka redenominasi rupiah dapat dikatakan telah berada dijalan yang tepat menuju sukses.

Kita tentu berharap bahwa redenominasi rupiah segera terwujud sebelum uang rupiah digital diluncurkan. Ini tentu lebih memudahkan sebab nominal uang digital tidak harus mengalami redenominasi lagi karena nilai tukar terhadap barang dari uang digital telah mengikuti nilai nominal uang kartal.

Semoga mengulang sejarah redenominasi dalam wacana saat ini, tidak berarti mengulang sejarah gagalnya redenominasi rupiah tahun 1965 lalu.

Foto dari kompasiana.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of