Jika Gempa (lagi) Kita Harus Lari Ke Mana?

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Hari ini masyarakat Pulau Flores, Adonara dan Solor, Lembata, Pantar hingga Alor dikejutkan lagi oleh gempa bumi. Yang menarik setelah gempa adalah beredarnya video orang berlari panik. Tidak oleh gempa saja, tapi juga oleh berbagai informasi mengenai tsunami.

Dari kepanikan ini jelas bisa terbaca bahwa masyarakat kita belum siap menghadapi bencana seperti ini. Kita tidak atau belum tahu bagaimana bersikap. Sikap bersiap siaga menghadapi berbagai potensi bencana.

Lebih parah lagi, sebagian kita masih bingung harus bersikap dan bertindak seperti apa, jika bencana seperti gempa bumi, atau bencana lainnya terjadi lagi. Padahal sejak 1 Januari hingga 24 November 2021 ini saja, ada 2.552 bencana alam terjadi di Indonesia.

Baca Juga: Membidik Target Pendidikan Kebencanaan

Informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana seperti dilansir suara.com (25/11/2021), bencana ini mengakibatkan 7.522.866 orang harus mengungsi, 584 jiwa meninggal dunia, 76 orang hilang serta 18.087 orang mengalami luka-luka.  Belum lagi kerusakan berbagai rumah dan bangunan.

Informasi lain dari okezone.com (8/7/2021) dari Januari hingga Juni 2021 terjadi 4.701 kali gempa bumi dalam berbagai skala, besar maupun kecil.

Ini bukan hal baru, setidaknya bagi zamrud khatulistiwa kita. Indonesia dilewati oleh Cincin Api Pasifik (Ring of Fire). Cicin Api Pasifik merupakan jalur gunung berapi dan garis tumbukan lempengan bumi yang membentang sejauh 40.000 kilo meter.

Baca Juga: Soal Mitigasi Bencana: Jepang lakukan ini, Bagaimana dengan Kita?

Jalur ini membentang mulai dari pantai barat Amerika Selatan, hingga ke Amerika Utara, melingkar ke Kanada, Semenanjung Kamtschatka di Jepang, membuat simpul di Indonesia, kemudian ke Selandia Baru dan Kepulauan di Pasifik Selatan.

Indonesia juga dilingkari oleh jalur gempa paling aktif di dunia (Ring of Fire) sekaligus dibelit oleh Sabuk Alpide (Alpide Belt); jalur gempa paling aktif nomor dua di dunia. Sabuk Alpide merupakan gugusan pegunungan dari Timur ke Nusa Tenggara, Jawa, Sumatera, terus ke Himalaya, Mediterania hingga Atlantik.

Baca Juga: Belajar Mitigasi Bencana Alam dari Jepang

Kekhasan inilah yang meyebabkan kita sangat akrab dengan berbagai bencana alam, terutama gunung berapi dan gempa bumi, baik gempa tektonik maupun vulkanik.

Belum lagi berbagai bencana non alam. Sebaran pandemi Covid-19, dan berbagai bencana sosial berpotensi besar terjadi di tengah keanekaragaman bangsa kita.

Sayangnya berbagai macam potensi bencana belum diikuti oleh pendidikan kebencanaan kita yang memadai. Kepanikan seperti gambaran di atas sepertinya terjadi lagi dan lagi setiap kali ada bencana alam.

Baca Juga: Bagaimana Gemohing terlibat dalam Mitigasi Bencana di Jepang?

Bahkan kita lebih percaya berbagai kabar hoaks yang beredar lebih cepat dibandingkan dengan informasi resmi dari otoritas terkait. Namun kegelapan seperti ini tidak boleh lagi dikutuki.

Harus ada kemauan dan gerakan nyata entah oleh otoritas struktural maupun gerakan kultural untuk untuk meyalakan lilin kecil agar kegelapan itu mendapat sedikit cahaya terang.

Maka langkah paling awal kita adalah lewat dunia pendidikan. Sekolah-sekolah kita haru serius memasukan kurikulum pendidikan mitigasi, sekaligus tanggap darurat bencana. Entah itu bencana alam maupun bencana sosial kemasyarakatan lain.

Baca Juga: Flores Timur Sigap hadapi Bencana?

Jika sekolah-sekolah kita dapat membuat semua masyarakat, tanpa kecuali, dapat bertindak tepat untuk mencegah, cepat menanggapi bencana, hingga berbagai upaya penanggulangan pasca bencana.

Mulai dari sistem peringatan dini. Otoritas mana yang harus kita dengar dan ikuti saat terjadi bencana, bagaimana besikap pada saat terjadi bencana harus dikuasai benar oleh semua orang.

Bagaimana kita bersikap ketika terjadi gempa pasti berbeda saat kita menghadapi banjir, tanah longsor atau angin puting beliung. Juga sikap yang berbeda saat menghadapi kerusuhan atau serangan terorisme.

Baca Juga: Portal Hikong dan Kesadaran Berlalu Lintas

Semua pengetahuan dasar ini adalah hasil dari pendidikan kebencanaan kita. Termasuk didalamnya perlengkapan darurat apa saja  yang harus kita siapkan  dirumah masing-masing untuk menghadapi berbagai potensi bencana.

Jika bahkan jalur evakuasi saja kita masih harus mencari, maka wajar saja jika kita berlarian tanpa arah saat terjadi bencana, belum lagi berbagai informasi yang justru menambah kepanikan, bukan membuat kita awas dan sigap ketika bencana.

Kita bisa belajar dari Jepang yag menjadi salah satu negara bangsa yang menjadi rujukan dalam upaya mitigasi hingga tanggap darurat bencana.

Baca Juga: Ketahanan Pangan dan Mitigasi Bencana

Jika tidak maka bukan tidak mungkin, jatuhnya banyak korban bukan karena akibat bencana secara langsung, melainkan karena kepanikan dan sikap yang tidak tepat saat terjadi bencana.

Foto : tangkapan layar warga pesisir di salah satu desa di Pulau Adonara mengusngsi setelah gempa.

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of