Eposdigi.com – Pemerintah melalui empat Menteri terkait, pada tanggal 20 November 2020, mengeluarkan panduan untuk penyelenggaraan pembelajaran tatap muka sekaligus mendorong proses belajar tatap muka pada zona hijau dan kuning di seluruh Indonesia, mulai bulan Januari 2021.
Ketentuan tersebut dikeluarkan mengingat proses belajar dari rumah menyisakan berbagai masalah. Di antaranya, banyak anak terancam putus sekolah karena harus membantu orang tua.
Juga karena banyak anak mengalami kendala tumbuh kembang disebabkan oleh kesenjangan proses belajar karena kendala akses yang berpengaruh pada kualitas belajar sehingga pertumbuhan terjadi secara tidak optimal.
Faktor yang lain misalnya, munculnya tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga. Banyak anak terjebak dalam kekerasan rumah tangga yang tidak terdeteksi. Ini menyebabkan anak stres bahkan terjadi beberapa kasus, anak tewas di tangan orang tua sendiri, atau anak bunuh diri karena proses belajar dari rumah.
Ayo Baca Juga : Tepatkah Keputusan Sekolah Tatap Muka pada Bulan Januari?
Kondisi ini mendorong pemerintah untuk membuka kembali sekolah sehingga anak kembali belajar tatap muka di sekolah. Namun banyak pihak menguatirkan dampak dari kebijakan ini bagi keselamatan peserta didik.
Depoedu.com edisi 3 Desember menerbitkan tulisan yang membahas perihal tersebut. Intinya, Indonesia dipandang belum siap untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.
Tulisan tersebut mengutip Sekjen Federasi Guru Indonesia mengatakan, hingga kini banyak sekolah belum menyusun dan menyiapkan protokol pembelajaran tatap muka sebagai hal yang sangat penting.
Inti kesiapan belajar tatap muka adalah disiplin.
Jika pengamatan dari Sekjen Federasi Guru Indonesia tersebut benar maka, banyak sekolah difasilitasi dan didorong untuk menyusun protokol pembelajaran tatap muka dan menyiapkan fasilitas penunjangnya.
Namun jaman sekarang, menyusun dokumen seperti itu bukanlah hal yang sulit. Draftnya dapat dicari di internet, tinggal dibahas dan disesuaikan dengan kebutuhan sekolah.
Tantangan tersulitnya adalah bagaimana mengimplementasikan kententuan yang ada dalam protokol pembelajaran tatap muka tersebut. Implementasinya memerlukan sikap disiplin baik dari murid maupun dari guru.
Ayo Baca Juga :Digitalisasi Sekolah pada Tahun 2021, Bagaimana Kelanjutannya?
Hari-hari ini beberapa media, melalui edisi terbarunya memotret buruknya disiplin guru dalam penerapan protokol kesehatan. Kasus MAN 22 Jakarta Barat misalnya.
Saat ini MAN 22 Jakarta Barat menjadi klaster baru dari sekolah, setelah 40 orang gurunya positif covid-19. Guru-guru tersebut melakukan perjalanan wisata ke Jogjakarta dalam rangka perpisahan dengan kepala sekolah yang akan mengakhiri tugas di sekolah tersebut.
Seperti dilansir oleh Kompas.com, rombongan ini berangkat ke Jogjakarta tanpa mengantongi izin maupun tanpa melakukan tes swab. Di Jogjakarta mereka mengunjungi banyak objek wisata. Seusai perjalanan wisata tersebut mereka pun masih berkumpul bersama kembali di Jakarta.
Ayo Baca Juga: Bagaimana Keamanan Murid dari COVID-19, Jika Sekolah Dibuka Kembali?
Namun tidak hanya di Jakarta, klaster sekolah pun muncul di berbagai kota lain misalnya seperti di Tangerang Selatan, Kota Bogor, Kota Solo, Kota Malang, dan Pekanbaru.
Dalam pembicaraan telepon dengan beberapa kepala sekolah di beberapa kota tersebut, menurut mereka klaster tersebut muncul lantaran guru tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam interaksi di antara mereka. Terutama dalam hal jaga jarak aman dan keharusan untuk menggunakan masker.
Di luar berita tentang klaster sekolah, jumlah guru yang dinyatakan positif Covid-19 setelah mengikuti tes swab di berbagai kota pun tidak sedikit jumlahnya. Misalnya di Kota Cimahi Jawa Barat, dari 400 guru yang dites, 13 guru dinyatakan positif.
Hal yang sama terjadi juga di Kota Surabaya dan Kota Solo. Di Kota Surabaya, dari 3882 guru yang dites, 393 guru dinyatakan positif Covid-19. Hal ini juga terjadi di kota Solo.
Ayo Baca Juga: Nadiem Makarim Patenkan Pembelajaran Jarak Jauh dalam Era Covid-19
Data ini menunjukkan bahwa selain masalah disiplin, munculnya klaster sekolah menjadi tantangan tersendiri bagi rencana belajar tatap muka yang hendak dilangsungkan pada bulan Januari.
Tantangan ini harus diselesaikan segera, baik oleh Kementerian Pendidikan, Birokrasi Pendidikan di daerah dan juga di sekolah. Jika tidak, pemerintah harus menerima pendapat banyak pihak, bahwa sekolah tatap muka pada bulan Januari adalah keputusan yang tidak realistis.
Artikel ini sebelumnya tayang di depoedu.com dengan judul “Menyiapkan Sekolah Tatap Muka di Bulan Januari, Apa yang Menjadi Tantangan yang Paling Utama” / Foto dari laman potret24.com
Leave a Reply